Ius Soli adalah Asas Kewarganegaraan: Ini Pengertian dan Relevansinya bagi Hak Pilih
Wamena - Kewarganegaraan merupakan fondasi penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam penyelenggaraan Pemilu. Status sebagai warga negara menentukan apakah seseorang memiliki hak politik, termasuk hak untuk memilih dan dipilih.
Karena itu, memahami konsep kewarganegaraan sangat relevan dengan tugas lembaga penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertanggung jawab memastikan setiap warga negara terdaftar sebagai pemilih.
Salah satu asas kewarganegaraan yang dikenal luas adalah ius soli, yaitu asas yang mendasarkan status kewarganegaraan pada tempat lahir.
Artikel ini membahas secara mendalam apa itu ius soli, bagaimana perbedaannya dengan ius sanguinis, bagaimana penerapannya di Indonesia, serta relevansinya terhadap penyusunan daftar pemilih dan akurasi administrasi kependudukan dalam pemilu.
Pengertian Ius Soli
Secara etimologis, ius soli berasal dari bahasa Latin:
- ius berarti hak,
- soli berarti tanah atau wilayah.
Dengan demikian, ius soli adalah asas kewarganegaraan yang menentukan status kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahirannya. Bila seseorang lahir di wilayah negara yang menganut asas ini, ia secara otomatis dapat memperoleh kewarganegaraan negara tersebut, tanpa melihat keturunan orang tuanya.
Karakteristik utama ius soli
- Tempat kelahiran menjadi faktor penentu; bukan garis keturunan.
- Banyak diterapkan di negara-negara yang memiliki sejarah imigrasi tinggi seperti Amerika Serikat dan Kanada.
- Dirancang untuk mencegah status tanpa kewarganegaraan (statelessness) bagi anak-anak imigran.
Tujuan ius soli
- Memberikan kepastian status kewarganegaraan bagi penduduk yang lahir di suatu wilayah.
- Melindungi hak anak untuk mendapatkan identitas.
- Memudahkan negara dalam mengatur administrasi kependudukan.
Dalam konteks negara yang terbuka dan majemuk, ius soli kerap dianggap sebagai cara untuk memperluas integrasi sosial dan mendorong kesetaraan bagi generasi baru.
Perbedaan Ius Soli dan Ius Sanguinis
Dalam teori kewarganegaraan, ius soli biasanya dibahas bersama asas lain yaitu ius sanguinis, yang berarti kewarganegaraan berdasarkan garis keturunan.
Berikut perbedaan paling mendasar:
1. Dasar penentuan kewarganegaraan
- Ius Soli: berdasarkan tempat lahir.
- Ius Sanguinis: berdasarkan keturunan atau darah, biasanya mengikuti kewarganegaraan ayah atau ibu.
2. Negara yang menganut
- Ius Soli: Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Brazil, dan beberapa negara Asia.
- Ius Sanguinis: Jepang, Jerman, Korea Selatan, Tiongkok, serta banyak negara Eropa.
3. Arah filosofis
- Ius Soli: Mengedepankan orientasi teritorial dan inklusivitas.
- Ius Sanguinis: Menekankan identitas kultural atau etnis yang berakar dalam garis keturunan.
4. Implikasi administrasi
- Ius Soli memudahkan pencatatan karena kelahiran di wilayah negara langsung mengarah pada status kewarganegaraan.
- Ius Sanguinis menuntut pencatatan keturunan yang lebih rinci.
5. Dampak terhadap migrasi
- Ius Soli dapat menarik imigrasi karena anak imigran bisa menjadi warga negara setempat.
- Ius Sanguinis mempertahankan homogenitas populasi dan menekankan kesinambungan identitas nasional.
Kedua asas ini tidak jarang dipadukan dalam hukum nasional sebuah negara agar lebih adaptif terhadap dinamika sosial dan migrasi global.
Baca juga: Kaderisasi: Pilar Utama Kelangsungan Organisasi
Penerapan Asas Kewarganegaraan di Indonesia
Indonesia menganut asas kewarganegaraan yang kombinatif. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Indonesia menggunakan dua asas utama:
- Ius Sanguinis sebagai asas utama
Status kewarganegaraan Indonesia diberikan kepada anak yang ayah atau ibunya adalah warga negara Indonesia, tanpa melihat tempat lahir. Ini menunjukkan bahwa Indonesia lebih menekankan ikatan genealogis sebagai dasar keanggotaannya dalam negara.
- Ius Soli terbatas
Meskipun tidak menjadi asas dominan, Indonesia tetap mengadopsi ius soli terbatas dalam kasus tertentu, misalnya:
-
- Anak yang lahir di Indonesia namun tidak jelas kewarganegaraan orang tuanya.
- Anak yang kelahirannya menghindarkan risiko statelessness.
Tantangan Penerapan Ius Soli Terbatas di Indonesia
Anak yang lahir di wilayah perbatasan dari orang tua asing sering kali menghadapi masalah pencatatan kewarganegaraan, yang berimbas pada hak pilih mereka di masa depan
- Alasan Indonesia tidak menganut ius soli secara penuh
-
- Untuk menjaga stabilitas demografi di wilayah perbatasan.
- Untuk mengantisipasi gelombang imigrasi besar dari negara-negara tetangga.
- Untuk mempertahankan keterikatan genealogis sebagai identitas kebangsaan.
- Dampaknya terhadap administrasi kependudukan
Dengan kombinasi dua asas ini, pemerintah—melalui Disdukcapil—harus memastikan:
-
- Setiap kelahiran tercatat dengan benar,
- Status kewarganegaraan anak jelas sejak dini,
- Tidak ada warga negara Indonesia yang kehilangan hak administratif akibat kesalahan pencatatan.
Semua hal ini menjadi sangat penting dalam proses pemilu, terutama terkait hak pilih.
Relevansi Asas Kewarganegaraan bagi Hak Pilih
Hak pilih dalam pemilu hanya dimiliki oleh warga negara Indonesia (WNI). Karena itu, asas kewarganegaraan menjadi fondasi penting dalam memastikan:
-
- Siapa saja yang berhak memilih,
- Siapa saja yang harus masuk daftar pemilih,
- Bagaimana mencegah warga negara asing (WNA) terdaftar sebagai pemilih,
- Bagaimana memastikan semua WNI terpenuhi hak politiknya.
1. Penentuan status WNI sebagai syarat dasar hak pilih
Jika status kewarganegaraan tidak jelas, seseorang berpotensi:
- Kehilangan hak pilih meskipun sebenarnya WNI, atau
- Salah didaftarkan sebagai pemilih padahal berstatus WNA.
2. Hubungan antara asas kewarganegaraan dan data kependudukan
Asas kewarganegaraan menentukan:
- bagaimana kelahiran dicatat,
- bagaimana status WNI atau WNA dibedakan,
- bagaimana NIK dihasilkan,
- bagaimana seseorang masuk ke dalam basis data kependudukan nasional.
Ketika administrasi kependudukan melakukan pencatatan yang akurat sesuai asas kewarganegaraan, maka penyelenggaraan pemilu berjalan lebih akuntabel.
3. Relevansi terhadap pemilih pemula
Pemilih pemula biasanya berusia 17 tahun atau sudah menikah. Status kewarganegaraan mereka harus sudah tercatat sejak lahir. Asas kewarganegaraan memengaruhi bagaimana negara memastikan setiap anak yang lahir di Indonesia atau dari orang tua Indonesia tercatat sebagai WNI sehingga kemudian dapat memperoleh hak pilih.
Baca juga: Pemilu 1997: Pemilu Terakhir Orde Baru Menjelang Reformasi
Peran KPU dalam Menjamin Warga Negara Terdaftar sebagai Pemilih
KPU memiliki mandat langsung untuk memastikan bahwa warga negara yang memenuhi syarat terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu. Oleh karena itu, pemahaman dan penerapan asas kewarganegaraan sangat berhubungan dengan akurasi daftar pemilih.
1. Penyusunan Daftar Pemilih Mengandalkan Data Kependudukan
KPU menggunakan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang bersumber dari Kementerian Dalam Negeri. DP4 sendiri dihasilkan dari:
- data kelahiran,
- data kematian,
- perpindahan penduduk,
- dan perubahan status kependudukan.
Jika pencatatan kewarganegaraan berdasarkan ius sanguinis atau ius soli terbatas tidak dilakukan dengan benar, DP4 bisa bermasalah.
2. Verifikasi dan pencocokan data
KPU melakukan beberapa tahapan:
- Coklit (Pencocokan dan Penelitian) oleh petugas Pantarlih,
- verifikasi faktual di lapangan,
- pembentukan Daftar Pemilih Sementara (DPS),
- kemudian menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Berdasarkan data KPU 2024, terdapat sekitar 4 juta WNI di luar negeri yang berpotensi menjadi pemilih, yang status kewarganegaraannya harus diverifikasi melalui perwakilan RI.
Dalam Pemilu 2024, verifikasi kewarganegaraan menjadi semakin penting dengan maraknya kasus pemalsuan dokumen kependudukan.
Ketepatan daftar pemilih sangat bergantung pada status kewarganegaraan yang benar.
3. Mencegah WNA masuk dalam daftar pemilih
Jika asas kewarganegaraan tidak diterapkan dengan baik dalam administrasi kependudukan, risiko WNA masuk ke DPT meningkat. KPU bekerja sama dengan Dukcapil dan pihak keamanan untuk memastikan:
- identitas WNA tersaring,
- tidak ada penyalahgunaan dokumen kependudukan,
- daftar pemilih benar-benar hanya berisi WNI.
4. Menjamin hak pilih seluruh WNI
KPU juga harus memastikan:
- WNI di luar negeri tercatat,
- pemilih yang baru berusia 17 tahun masuk daftar pemilih,
- WNI yang pindah domisili tetap memiliki akses untuk memilih,
- WNI rentan administrasi tetap terdaftar.
Dengan memahami asas kewarganegaraan dan mekanisme kependudukan, KPU dapat lebih akurat dalam memastikan tidak ada WNI yang kehilangan hak pilihnya.
5. Perlindungan hak politik dan legitimasi pemilu
Akurasi data pemilih bukan sekadar persoalan administratif, tetapi berkaitan langsung dengan:
- legitimasi hasil pemilu,
- keadilan politik,
- partisipasi masyarakat,
- kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu.
Karena itu, penerapan asas kewarganegaraan menjadi bagian dari fondasi demokrasi yang sehat.
Ius soli adalah asas kewarganegaraan berdasarkan tempat lahir. Meski Indonesia tidak menganutnya secara penuh, asas ini tetap relevan dalam konteks administrasi kependudukan dan penentuan status kewarganegaraan. Indonesia sendiri lebih menekankan ius sanguinis sebagai asas utama, dengan ius soli sebagai asas tambahan untuk mencegah anak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Penerapan asas kewarganegaraan berdampak langsung pada akurasi data kependudukan yang digunakan KPU dalam menyusun daftar pemilih. Hak pilih hanya diberikan kepada WNI, sehingga kejelasan status kewarganegaraan menjadi fondasi penting dalam menjaga integritas Pemilu.
Dengan pengelolaan data kewarganegaraan yang rapi, pencatatan kelahiran yang benar, serta pemutakhiran data pemilih yang akurat, KPU dapat memastikan seluruh warga negara mendapatkan hak politiknya, sementara pemilu berjalan jujur, adil, dan terpercaya.