Berita Terkini

Hari Ibu 22 Desember: Sejarah, Makna, dan Relevansinya di Era Modern

Wamena - Di era modern, perempuan Indonesia, termasuk di kabupaten Tolikara, menghadapi tantangan dan peluang yang paradoksal. Di satu sisi, akses pendidikan dan teknologi membuka ruang berkarya yang tak terbatas.

Data BPS (2023) menunjukkan, Angka Partisipasi Kasar (APK) perempuan di perguruan tinggi terus menyalip laki-laki. Namun di sisi lain, tantangan klasik seperti beban ganda (mengurus rumah tangga sekaligus bekerja) dan kesenjangan upah masih nyata.

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2022, upah buruh perempuan hanya sekitar 79% dari upah buruh laki-laki.

Sebagai penyelenggara pemilu, KPU melihat peningkatan partisipasi politik perempuan sebagai salah satu kunci mengatasi tantangan ini, karena kebijakan yang sensitif gender hanya lahir dari keterwakilan suara perempuan yang memadai di parlemen.

 

Sejarah dan Latar Belakang Hari Ibu di Indonesia

Penetapan Hari Ibu tidak dapat dipisahkan dari lahirnya gerakan perempuan Indonesia awal abad ke-20. Pada 22–25 Desember 1928, organisasi-organisasi perempuan dari berbagai daerah berkumpul di Yogyakarta dalam sebuah peristiwa monumental: Kongres Perempuan Indonesia I.

Kongres ini menjadi tonggak penting karena untuk pertama kalinya perempuan dari latar belakang sosial, etnis, dan wilayah berbeda berkumpul untuk membicarakan kepentingan bersama mengenai pendidikan, kesehatan, pernikahan, hak-hak anak, dan perjuangan kemerdekaan nasional.

Kongres tersebut melahirkan sebuah federasi bernama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) yang kemudian menjadi cikal bakal organisasi perempuan nasional. Semangat persatuan yang lahir pada momen itu kemudian diabadikan oleh pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan.

Pada 1959, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959, tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu Nasional, bertepatan dengan hari pembukaan Kongres Perempuan Indonesia I.

Makna Hari Ibu dalam konteks ini sangat berbeda dari tradisi-tradisi lain di dunia. Di Indonesia, Hari Ibu tidak lahir dari tradisi keluarga atau budaya Barat, melainkan dari gerakan perjuangan perempuan yang menuntut hak setara dan kesempatan yang lebih luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baca juga: Kenapa Hari Guru Penting? Ini Penjelasan Lengkapnya

Mengapa Indonesia Tidak Menggunakan Mother’s Day?

Banyak negara merayakan Mother’s Day sebagai hari pengakuan terhadap sosok ibu dalam suasana sentimental dan kekeluargaan. Mother’s Day biasanya jatuh pada minggu kedua bulan Mei dan berasal dari gerakan sosial di Amerika Serikat pada awal abad ke-20.

Namun, Indonesia memilih jalur berbeda. Ada dua alasan utama mengapa Indonesia tidak mengadopsi Mother’s Day:

  • Latar belakang historis dan ideologi yang berbeda
    Mother’s Day di Amerika lahir dari kampanye sosial untuk menghargai kasih sayang seorang ibu dalam konteks keluarga, sementara Hari Ibu di Indonesia lahir dari gerakan politik dan kebangsaan yang menekankan pentingnya partisipasi perempuan dalam pembangunan nasional.
  • Makna yang lebih luas daripada sekadar hubungan ibu–anak
    Hari Ibu di Indonesia bukan hanya untuk merayakan sosok ibu secara biologis, tetapi juga seluruh perempuan Indonesia yang memiliki peran strategis dalam berbagai aspek kehidupan: pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

Karena itu, Hari Ibu di Indonesia memiliki makna yang unik: perpaduan antara perayaan domestik dan simbol perjuangan perempuan dalam sejarah bangsa.

 

Makna Hari Ibu dalam Perspektif Kebangsaan

Dalam perspektif kebangsaan, Hari Ibu mengandung pesan bahwa perempuan adalah bagian penting dari pembangunan nasional. Semangat ini sudah tercermin dalam gagasan kongres-kongres perempuan sejak era pergerakan nasional.

Mereka memandang bahwa kemajuan bangsa tidak akan tercapai tanpa meningkatkan kualitas, pendidikan, dan hak-hak perempuan.

Makna kebangsaan Hari Ibu meliputi beberapa aspek:

  • Partisipasi perempuan dalam perjuangan kemerdekaan, seperti kontribusi tokoh Kartini, Dewi Sartika, Walanda Maramis, dan tokoh-tokoh perempuan lain.
  • Penguatan pendidikan perempuan, yang menjadi salah satu agenda utama Kongres Perempuan 1928.
  • Kesadaran bahwa perempuan berperan sebagai pendidik pertama dalam keluarga, sehingga kualitas keluarga sangat bergantung pada kualitas perempuan.
  • Komitmen negara terhadap kesetaraan gender, yang tercermin dari berbagai kebijakan pemerintah dalam pendidikan, perlindungan perempuan, dan pemberdayaan ekonomi.

Dengan demikian, Hari Ibu memiliki kedudukan istimewa sebagai perayaan nasional yang memberi ruang bagi refleksi tentang peran perempuan sebagai bagian integral dari perjalanan bangsa.

Baca juga: Hari Guru Nasional: Sejarah, Makna, dan Peran Strategis Guru dalam Membangun Karakter Bangsa

Peran Perempuan dalam Keluarga dan Masyarakat

Perempuan Indonesia memiliki peran strategis dalam berbagai lingkup kehidupan. Dalam keluarga, perempuan sering kali menjadi pengatur ekonomi rumah tangga, pendidik anak, pendamping suami, sekaligus motor penggerak kehidupan sosial di lingkungan sekitar.

Namun, peran perempuan tidak berhenti pada ranah domestik. Seiring meningkatnya akses pendidikan, perempuan kini tampil di berbagai bidang kehidupan:

  • Pendidikan

Perempuan Indonesia semakin banyak yang menempuh pendidikan tinggi dan mengisi peran akademik penting seperti dosen, guru, peneliti, hingga pemimpin institusi pendidikan.

  • Ekonomi

Kontribusi perempuan dalam ekonomi sangat besar, mulai dari sektor UMKM, industri kreatif, hingga ekonomi digital. Banyak perempuan menjadi wirausaha, pemimpin perusahaan, atau tenaga profesional di berbagai sektor.

  • Politik

Partisipasi perempuan dalam politik terus meningkat, meskipun belum sepenuhnya mencapai kesetaraan. Berdasarkan data KPU RI jumlah perempuan di DPR RI periode 2024-2029 adalah 21,87% masih dibawah kuota 30%. Kehadiran perempuan di parlemen, kementerian, dan pemerintahan daerah semakin memperkuat pengambilan kebijakan yang sensitif gender.

  • Sosial dan budaya

Dalam kegiatan sosial, perempuan memainkan peran penting dalam komunitas, organisasi masyarakat, dan gerakan kemanusiaan. Di bidang budaya, perempuan turut menjaga tradisi, kesenian, dan nilai-nilai lokal.

Melalui berbagai peran ini, perempuan menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat yang berkelanjutan.

 

Tokoh Perempuan KPU Tolikara yang Menggerakkan Penyelenggaraan Pemilu

Sebagai bentuk komitmen nyata terhadap pemberdayaan perempuan, KPU Kabupaten Tolikara sendiri mencontohkan dengan menempatkan perempuan-perempuan kompeten pada posisi pimpinan dan manajerial.

Di antaranya adalah Beatrix Ibo sebagai Sekretaris KPU, Christine Natalia sebagai Kepala Sub Bagian Perencanaan, Data dan Informasi, serta Yosefina Fince Iek sebagai Kepala Sub Bagian SDM dan Parmas.

Kontribusi mereka dalam berjalannya penyelenggaraan pemilu di Tolikara menjadi bukti hidup bahwa ruang bagi perempuan untuk berkarya dan memimpin terbuka lebar, selaras dengan semangat Hari Ibu yang memperjuangkan kesetaraan.

 

Hari Ibu dan Gerakan Emansipasi

Sejak awal, Hari Ibu memiliki hubungan erat dengan gerakan emansipasi perempuan. Emansipasi tidak selalu berarti menjadikan perempuan setara dalam segala hal dengan laki-laki, tetapi memberikan kesempatan yang adil, setara, dan tidak diskriminatif bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas kehidupan.

Gerakan emansipasi perempuan di Indonesia meliputi:

  • Kemampuan perempuan memperoleh pendidikan setinggi-tingginya
  • Hak atas pekerjaan yang layak
  • Perlindungan dari kekerasan berbasis gender
  • Kesadaran akan pentingnya kesehatan perempuan
  • Kebebasan untuk berpendapat dan berorganisasi
  • Penguatan peran perempuan dalam politik

Hari Ibu menjadi pengingat bahwa perjuangan emansipasi perempuan masih panjang. Walaupun telah banyak kemajuan, tantangan seperti ketimpangan upah, minimnya perempuan di posisi kepemimpinan, dan kekerasan terhadap perempuan masih memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.

Baca juga: KORPRI: Sejarah, Fungsi, dan Peran ASN dalam Membangun Indonesia

Bagaimana Masyarakat Merayakannya Saat Ini

Perayaan Hari Ibu di Indonesia mengalami perubahan dari masa ke masa. Dahulu, perhatian lebih banyak diberikan pada ibu dalam konteks domestik, seperti pemberian hadiah, bunga, atau kegiatan simbolis di rumah.

Namun, kini perayaan semakin kompleks dan beragam:

  • Kegiatan edukatif
    Sekolah dan instansi pemerintah mengadakan seminar, diskusi, lomba, dan kampanye mengenai peran perempuan dan kesetaraan gender.
  • Penghargaan bagi perempuan inspiratif
    Banyak lembaga memberikan penghargaan kepada perempuan berprestasi dalam berbagai bidang, mulai dari pendidikan hingga lingkungan.
  • Kampanye publik tentang pemberdayaan perempuan
    Berbagai organisasi masyarakat dan pemerintah mengadakan kampanye mengenai kesehatan perempuan, perlindungan anak, dan pemberantasan kekerasan terhadap perempuan.
  • Kegiatan budaya dan komunitas
    Perayaan lokal menonjolkan peran perempuan dalam seni, budaya, dan tradisi masyarakat.

Pergeseran ini menunjukkan bahwa Hari Ibu bukan sekadar perayaan sentimental, tetapi momentum berbasis edukasi, refleksi, dan pemberdayaan.

 

Refleksi dan Relevansi Hari Ibu di Era Modern

Di era modern, perempuan menghadapi tantangan dan peluang baru. Di satu sisi, akses pendidikan semakin terbuka, peluang kerja lebih luas, dan teknologi memberi perempuan ruang baru untuk berkarya.

Di sisi lain, perempuan menghadapi tantangan seperti beban ganda, kesenjangan digital, standar sosial yang bias gender, serta kekerasan dalam berbagai bentuk.

Hari Ibu menjadi momen refleksi tentang:

  • Seberapa jauh kesetaraan gender telah tercapai
  • Apa yang masih perlu diperjuangkan
  • Bagaimana meningkatkan kualitas hidup perempuan
  • Peran negara dan masyarakat dalam mendorong pemberdayaan

Dalam dunia yang semakin dinamis, perempuan memegang peranan penting dalam inovasi, kepemimpinan, dan keberlanjutan pembangunan.

Hari Ibu mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus memperkuat komitmen terhadap perlindungan, penghargaan, dan pemberdayaan perempuan.

Hari Ibu 22 Desember bukan hanya hari untuk mengucapkan terima kasih kepada para ibu, tetapi juga peringatan historis tentang perjuangan perempuan Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan.

Momentum ini menjadi sarana edukasi nasional untuk memahami peran penting perempuan dalam keluarga, masyarakat, dan pembangunan bangsa.

Dengan memahami sejarah dan maknanya, masyarakat Indonesia dapat merayakan Hari Ibu dengan lebih bermakna—bukan hanya sebagai perayaan domestik, tetapi juga sebagai penghormatan terhadap perjuangan perempuan dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia.

Sebagai lembaga yang bertugas mendidik pemilih, KPU Kabupaten Tolikara melihat momentum Hari Ibu sebagai saat yang tepat untuk merefleksikan semangat kesetaraan dan partisipasi, yang merupakan nilai dasar dari demokrasi yang sehat.

Pemenuhan hak-hak perempuan dan partisipasi politik mereka yang setara adalah indikator penting kemajuan demokrasi kita.

 

Sumber dan Referensi:

  • Blackburn, Susan. Kongres Perempuan Pertama: Tinjauan Ulang. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia & KITLV-Jakarta, 2007. ISBN 979-461-610-9.
  • Republik Indonesia. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur. Ditetapkan 16 Desember 1959.
  • Perkembangan Kongres Perempuan Indonesia Pertama” — artikel/skripsi oleh mahasiswa UNY, membahas pelaksanaan dan perkembangan kongres sejak 1928.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 6,923 kali