Apa Itu Tenggang Rasa? Pengertian, Contoh, dan Perbedaannya dengan Tepa Selira serta Toleransi
Wamena - Tenggang rasa, sebuah frasa yang akrab di telinga masyarakat Indonesia, melampaui sekadar kata-kata. Ia adalah sikap fundamental yang menjadi pilar utama dalam menjaga keharmonisan, kerukunan, dan stabilitas sosial di tengah keberagaman.
Namun, sering kali makna tenggang rasa disamakan atau dipertukarkan dengan istilah lain seperti tepa selira dan toleransi. Padahal, ketiganya memiliki nuansa dan fokus yang berbeda, yang sangat penting untuk dipahami guna mengamalkannya secara tepat dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Tenggang Rasa
Secara etimologis, istilah “tenggang rasa” terdiri dari dua kata, yaitu tenggang dan rasa. Kata tenggang berarti menahan diri, menjaga sikap, atau tidak bertindak berlebihan terhadap orang lain.
Sementara itu, kata rasa merujuk pada perasaan, kepekaan batin, dan empati terhadap keadaan orang lain. Gabungan kedua kata tersebut menggambarkan sikap menahan diri dengan mempertimbangkan perasaan orang lain.
Secara umum, tenggang rasa adalah sikap menghargai, menghormati, dan menjaga perasaan orang lain dalam setiap tindakan dan perkataan.
Tenggang rasa mendorong seseorang untuk tidak bertindak semaunya sendiri, melainkan mempertimbangkan dampak perbuatannya terhadap orang lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tenggang rasa diartikan sebagai sikap saling menghormati dan menghargai perasaan orang lain. Dengan kata lain, tenggang rasa menekankan pada kesadaran sosial, yaitu kemampuan untuk menempatkan diri secara bijak dalam lingkungan masyarakat.
Tenggang rasa tidak selalu berarti mengalah atau menuruti orang lain, melainkan bersikap proporsional dan tidak merugikan pihak lain. Sikap ini menjadi fondasi penting dalam menjaga keharmonisan hubungan sosial, baik di keluarga, sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat luas.
Baca juga: Menggali Kedalaman Komitmen: Pondasi Keberhasilan dan Hubungan yang Kuat
Ciri-Ciri Sikap Tenggang Rasa
Seseorang yang memiliki tenggang rasa biasanya menunjukkan beberapa ciri berikut:
- Menghargai perasaan orang lain
Tidak berkata kasar, tidak merendahkan, dan tidak menyakiti perasaan orang lain. - Tidak memaksakan kehendak
Mampu menerima perbedaan pendapat dan tidak memaksakan keinginan pribadi. - Bersikap sopan dan santun
Menjaga etika dan tata karma dalam berbicara dan bertindak. - Mau mengalah demi kepentingan bersama
Bersedia menahan diri demi terciptanya suasana yang rukun. - Peka terhadap situasi dan kondisi
Memiliki kepekaan untuk memahami kesulitan, kesedihan, atau kondisi emosional orang lain.
Contoh Tenggang Rasa dalam Kehidupan Sehari-hari
Penerapan tenggang rasa dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain:
- Dalam Komunikasi: Berbicara dengan nada suara yang lembut di tempat umum atau rumah sakit, atau memilih kata-kata yang tidak menyinggung saat berdiskusi perbedaan pendapat.
- Dalam Pergaulan: Tidak memamerkan kekayaan atau kelebihan di depan teman yang sedang kesulitan, atau menanyakan kabar tanpa mengganggu privasi.
- Dalam Lingkungan Bertetangga: Tidak menyetel musik terlalu keras di malam hari saat tetangga sedang beristirahat, atau menawarkan bantuan kepada tetangga yang sedang tertimpa musibah.
- Dalam Beragama: Tidak melakukan kegiatan ibadah yang dapat mengganggu ibadah umat agama lain yang sedang berlangsung pada waktu yang bersamaan.
Pengertian Tepa Selira
Tepa selira berasal dari budaya Jawa dan memiliki makna yang lebih mendalam secara batiniah. Tepa selira berarti kemampuan seseorang untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, seolah-olah berada di posisi orang tersebut.
Jika tenggang rasa lebih tampak dalam tindakan sosial, maka tepa selira lebih menekankan pada empati batin dan kehalusan perasaan. Seseorang yang memiliki tepa selira akan berpikir, “Jika saya berada di posisi orang itu, bagaimana perasaan saya?”
Tepa selira biasanya tumbuh dari kedewasaan emosional dan kepekaan hati yang tinggi.
Pengertian Toleransi
Toleransi adalah sikap menghormati dan menerima perbedaan, terutama dalam hal keyakinan, pendapat, budaya, dan kebiasaan. Toleransi tidak menuntut seseorang untuk setuju dengan perbedaan tersebut, tetapi menuntut untuk tidak mengganggu dan tidak merendahkan pihak lain.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, toleransi sangat erat kaitannya dengan perbedaan agama, suku, ras, dan pandangan politik. Toleransi menjadi pilar penting dalam menjaga persatuan di tengah keberagaman.
Baca juga: Wewenang: Pilar Tata Kelola, Dari Birokrasi Hingga Inovasi
Perbedaan Tenggang Rasa, Tepa Selira, dan Toleransi
Meskipun ketiganya saling berkaitan, terdapat perbedaan mendasar di antara tenggang rasa, tepa selira, dan toleransi.
- Perbedaan dari Segi Penekanan
- Tenggang rasa menekankan pada sikap menjaga perasaan orang lain dalam interaksi sosial.
- Tepa selira menekankan pada empati batin dan kemampuan merasakan posisi orang lain.
- Toleransi menekankan pada penerimaan terhadap perbedaan.
- Perbedaan dari Segi Ruang Lingkup
- Tenggang rasa berlaku dalam hubungan sosial sehari-hari.
- Tepa selira lebih bersifat personal dan emosional.
- Toleransi sering diterapkan dalam konteks perbedaan prinsip, keyakinan, dan pandangan hidup.
- Perbedaan dari Segi Tujuan
- Tujuan tenggang rasa adalah menciptakan keharmonisan sosial.
- Tujuan tepa selira adalah membangun empati dan kebijaksanaan pribadi.
- Tujuan toleransi adalah menjaga persatuan di tengah keberagaman.
Peran Sikap Tenggang Rasa dalam Kehidupan Sehari-Hari Terutama dalam Konteks Demokrasi Indonesia
Indonesia adalah negara majemuk, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi landasan filosofisnya. Dalam konteks politik dan demokrasi, keragaman ini menjadi kekuatan sekaligus tantangan.
Di sinilah peran sikap tenggang rasa menjadi sangat vital bukan hanya sebagai etika sosial, tetapi sebagai instrumen politik yang memastikan keberlangsungan sistem demokratis.
- Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Sikap tenggang rasa membantu masyarakat untuk saling menghormati perbedaan pandangan politik.
Dalam demokrasi Indonesia, perbedaan pilihan partai, calon pemimpin, dan ideologi sering kali menimbulkan konflik. Dengan tenggang rasa, masyarakat mampu menerima perbedaan tersebut tanpa menimbulkan permusuhan, sehingga persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga.
- Mencegah Konflik dan Polarisasi Politik
Kurangnya tenggang rasa dalam berpolitik dapat memicu konflik, ujaran kebencian, dan perpecahan di tengah masyarakat.
Sikap saling menghormati dan menahan diri dalam menyampaikan pendapat dapat mencegah terjadinya polarisasi politik yang berlebihan. Demokrasi yang sehat bukanlah demokrasi yang penuh pertentangan, melainkan yang mampu mengelola perbedaan secara damai.
- Menciptakan Demokrasi yang Sehat dan beretika
Demokrasi yang sehat tidak hanya diukur dari prosedur pemilu, tetapi juga dari kualitas etika politiknya. Tenggang rasa mendorong praktik politik yang santun, jujur, dan bertanggung jawab.
Para pelaku politik diharapkan tidak hanya mengejar kemenangan, tetapi juga menjaga nilai-nilai moral dan kepentingan bersama.
- Meningkatkan Kualitas Partisipasi Politik
Sikap tenggang rasa membuat masyarakat merasa aman dan nyaman dalam berpartisipasi politik.
Ketika perbedaan dihargai, warga negara akan lebih berani menyampaikan aspirasi dan terlibat dalam proses demokrasi. Hal ini berdampak positif pada meningkatnya kualitas partisipasi politik dan pengambilan keputusan publik.
- Menanamkan Nilai Pancasila dalam Demokrasi
Tenggang rasa merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila, terutama sila kedua dan ketiga. Dalam konteks demokrasi Indonesia, penerapan tenggang rasa menunjukkan sikap kemanusiaan yang adil dan beradab serta memperkuat persatuan Indonesia.
Dengan demikian, demokrasi tidak hanya bersifat prosedural, tetapi juga berlandaskan nilai moral dan etika bangsa.
- Menghormati Hak dan Kebebasan Orang Lain
Demokrasi menjamin kebebasan berpendapat dan berpolitik, namun kebebasan tersebut memiliki batas, yaitu hak orang lain.
Tenggang rasa mengajarkan masyarakat untuk menggunakan hak politiknya tanpa melanggar atau merugikan hak pihak lain. Sikap ini penting agar kebebasan tidak berubah menjadi tindakan yang merusak tatanan sosial.
- Mewujudkan Demokrasi yang Beradab
Dengan menanamkan sikap tenggang rasa, demokrasi Indonesia dapat berkembang menjadi demokrasi yang beradab dan bermartabat.
Perbedaan tidak lagi dipandang sebagai ancaman, melainkan sebagai kekayaan dalam kehidupan berbangsa. Demokrasi yang beradab akan melahirkan kebijakan publik yang lebih inklusif dan berpihak pada kepentingan bersama.
Tenggang rasa merupakan nilai luhur bangsa Indonesia yang berperan besar dalam menjaga keharmonisan kehidupan sosial.
Meskipun sering disamakan dengan tepa selira dan toleransi, ketiganya memiliki makna dan penekanan yang berbeda. Tenggang rasa berfokus pada sikap sosial, tepa selira pada empati batin, dan toleransi pada penerimaan perbedaan.
Memahami perbedaan ini akan membantu kita menerapkannya secara tepat dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan demokrasi Indonesia. Dengan tenggang rasa, tepa selira, dan toleransi yang kuat, masyarakat Indonesia dapat terus hidup rukun dalam keberagaman.