Berita Terkini

Marbindung: Tradisi Natal Suku Batak

Wamena - Natal merupakan perayaan kelahiran Yesus Kristus yang sarat dengan makna kasih, kebersamaan, dan sukacita. Di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Batak, perayaan Natal tidak hanya diwujudkan melalui ibadah gereja, tetapi juga diperkaya oleh tradisi adat yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Salah satu tradisi yang masih dijaga hingga kini adalah Marbindung—dalam beberapa penyebutan lokal juga dikenal sebagai Mangbindung—yang kerap diadaptasi dalam konteks perayaan Natal.

 

Pengertian Marbindung

Marbindung adalah tradisi adat Batak yang berkaitan dengan penyembelihan dan pembagian daging hewan, umumnya babi atau kerbau, kepada keluarga dan kerabat dalam satu komunitas kekerabatan.

Tradisi ini mencerminkan nilai kebersamaan, keadilan sosial, serta semangat berbagi yang hidup dalam masyarakat Batak. Hewan yang akan disembelih biasanya dibeli dengan cara patungan dan proses pengumpulannya dilakukan sejak bulan-bulan sebelumnya, bahkan ada pula yang telah direncanakan sejak tahun sebelumnya.

Pembagian daging dalam Marbindung dikenal dengan istilah jambar, yaitu bagian-bagian daging yang dibagikan berdasarkan peran dan status kekerabatan masing-masing pihak.

Baca juga: Senandung Kebahagiaan Natal: Memburu dan Memaknai Kado di Musim Dingin

Landasan Filosofis: Dalihan Na Tolu

Secara sosio-kultural, Marbindung tidak dapat dilepaskan dari falsafah hidup masyarakat Batak, yaitu Dalihan Na Tolu yang terdiri atas prinsip somba marhula-hula (menghormati keluarga pihak perempuan), elek marboru (mengayomi pihak boru), dan manat mardongan tubu (bersikap bijak terhadap sesama semarga).

Prinsip inilah yang menjadi dasar pengaturan pembagian jambar, sehingga setiap pihak memperoleh bagian sesuai kedudukannya.

Pembagian daging yang tampak sederhana tersebut sejatinya merupakan perwujudan “keadilan menurut adat”, di mana hak dan kewajiban diatur secara jelas dan diterima bersama oleh komunitas.

Baca juga: Sejarah Natal: Perjalanan dari Kelahiran Suci hingga Tradisi Global

Marbindung dalam Konteks Perayaan Natal

Pada dasarnya, Marbindung merupakan tradisi komunal masyarakat Batak yang telah ada jauh sebelum masuknya agama Kristen.

Namun, seiring perkembangan sejarah dan proses inkulturasi, tradisi ini kemudian diadopsi dan diberi makna baru dalam perayaan Natal sebagai wujud syukur atas berkat Tuhan sepanjang tahun.

Dalam perayaan Natal, Marbindung biasanya dilakukan setelah ibadah Natal atau pada hari yang telah disepakati bersama.

Keluarga atau kelompok marga akan menyembelih hewan dan membagikan dagingnya kepada sanak saudara serta lingkungan sekitar. Proses pembagian dilakukan secara tertib dan mengikuti aturan adat yang berlaku.

Lebih dari sekadar pembagian bahan pangan, Marbindung menjadi sarana mempererat hubungan kekeluargaan (partuturon) dan memperkuat solidaritas sosial. Tidak ada anggota komunitas yang merasa terabaikan, karena setiap orang memperoleh bagian sebagai simbol kebersamaan dan persaudaraan.

 

Nilai-Nilai Luhur dalam Tradisi Marbindung

Tradisi Marbindung mengandung berbagai nilai luhur, antara lain:

  • Kebersamaan, karena Natal dirayakan tidak secara individual, melainkan bersama keluarga dan komunitas.
  • Gotong royong, terlihat dalam proses perencanaan, pengumpulan dana, hingga pembagian daging.
  • Keadilan dan kejujuran, yang tercermin dalam pembagian jambar sesuai ketentuan adat.
  • Kasih dan kepedulian, sejalan dengan makna Natal yang menekankan berbagi dengan sesama.

Baca juga: Makna Natal: Cinta Kasih, Harapan, dan Kedamaian

Relevansi Marbindung di Era Modern

Di tengah perubahan sosial dan perkembangan zaman, tradisi Marbindung tetap relevan karena selaras dengan nilai-nilai Kristiani yang menekankan kasih, persaudaraan, dan solidaritas.

Meskipun pelaksanaannya dapat menyesuaikan kondisi masa kini, esensi Marbindung sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur tetap dipertahankan.

Marbindung dalam perayaan Natal merupakan warisan budaya Batak yang memperkaya makna kelahiran Yesus Kristus. Tradisi ini tidak hanya menjaga identitas budaya, tetapi juga menjadi jembatan antara iman, adat, dan kehidupan bermasyarakat.

Dengan terus melestarikannya, Marbindung tetap hidup sebagai praktik budaya yang sarat nilai spiritual dan sosial.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 73 kali