Berita Terkini

Kesenjangan Sosial Adalah: Dampaknya terhadap Demokrasi dan Pemilu

Wamena - Kesenjangan sosial merupakan salah satu persoalan struktural paling krusial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia.

Ketimpangan akses dan kesempatan dalam bidang ekonomi, pendidikan, serta layanan publik tidak hanya berdampak pada kesejahteraan sosial, tetapi juga berpengaruh langsung terhadap kualitas demokrasi dan penyelenggaraan pemilu.

Dalam negara demokratis, pemilu bukan sekadar prosedur memilih pemimpin, melainkan sarana penyaluran kedaulatan rakyat yang mensyaratkan kesetaraan hak dan kesempatan bagi seluruh warga negara.

Namun, ketika kesenjangan sosial terlalu lebar, demokrasi berisiko berjalan secara formalistik tanpa keadilan substantif. Kondisi ini membuka ruang bagi praktik politik uang, rendahnya partisipasi pemilih kelompok rentan, serta ketimpangan kualitas suara politik antar warga negara.

Artikel ini membahas pengertian kesenjangan sosial, faktor penyebabnya, serta dampaknya terhadap demokrasi dan pemilu. Selain itu, artikel ini menyoroti peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menjaga kesetaraan hak pilih, termasuk tantangan pemilu di wilayah 3T dengan fokus pada Papua Pegunungan.

 

Apa yang Dimaksud dengan Kesenjangan Sosial?

Kesenjangan sosial adalah kondisi ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat akibat perbedaan akses terhadap sumber daya, kesempatan, dan hak-hak dasar. Ketimpangan ini dapat terlihat dalam perbedaan tingkat pendapatan, kualitas pendidikan, layanan kesehatan, infrastruktur publik, hingga partisipasi dalam proses politik.

Dalam dimensi ekonomi, kesenjangan sosial sering diukur menggunakan rasio Gini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rasio Gini Indonesia pada Maret 2025 tercatat sebesar 0,375. Angka ini menunjukkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan masih berada pada tingkat menengah dan belum sepenuhnya merata antar kelompok masyarakat dan wilayah.

Selain ekonomi, kesenjangan sosial juga mencakup aspek pendidikan dan layanan publik. Perbedaan kualitas sekolah, akses perguruan tinggi, serta layanan administrasi kependudukan menjadi faktor penting yang memengaruhi kemampuan warga negara untuk berpartisipasi secara setara dalam pemilu.

Dalam konteks demokrasi, kesenjangan bukan hanya persoalan siapa yang memiliki suara, tetapi siapa yang benar-benar mampu menggunakan hak pilihnya secara bebas dan sadar.

 

Faktor Penyebab Kesenjangan Sosial

Kesenjangan sosial tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan terbentuk melalui proses struktural yang panjang. Beberapa faktor utama penyebab kesenjangan sosial di Indonesia antara lain:

1. Ketimpangan Ekonomi

Distribusi pendapatan yang tidak merata membuat sebagian masyarakat berada dalam kondisi rentan secara ekonomi. Data BPS menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan nasional pada Maret 2025 masih berada di angka 8,47 persen atau sekitar 23,85 juta penduduk. Kondisi ini menyebabkan kelompok masyarakat miskin lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dibandingkan partisipasi politik yang berkualitas.

2. Akses Pendidikan yang Tidak Setara

Pendidikan merupakan kunci mobilitas sosial dan literasi politik. Namun, kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh faktor wilayah dan kondisi ekonomi keluarga. Masyarakat di daerah terpencil dan tertinggal sering kali tidak memiliki akses ke pendidikan berkualitas, yang berdampak pada rendahnya pemahaman terhadap isu demokrasi dan pemilu.

3. Ketimpangan Layanan Publik

Perbedaan kualitas layanan kesehatan, transportasi, dan administrasi publik antara wilayah perkotaan dan daerah 3T memperkuat eksklusi sosial. Dalam konteks pemilu, keterbatasan layanan administrasi kependudukan berdampak langsung pada kepemilikan dokumen pemilih dan keakuratan data pemilih.

4. Faktor Geografis dan Infrastruktur

Kondisi geografis ekstrem, seperti wilayah pegunungan dan kepulauan, menjadi tantangan serius dalam pemerataan pembangunan. Keterbatasan infrastruktur tidak hanya memengaruhi kesejahteraan, tetapi juga akses terhadap informasi pemilu dan lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS).

 

Kesenjangan Sosial dan Demokrasi

Demokrasi menuntut partisipasi warga negara yang setara dan bermakna. Namun, kesenjangan sosial yang tinggi dapat menggerus kualitas demokrasi secara perlahan. Secara formal, setiap warga negara memiliki satu suara.

Akan tetapi, secara substantif, tidak semua warga memiliki kemampuan yang sama untuk menggunakan hak tersebut secara rasional dan bebas.

Kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan rendah cenderung memiliki keterbatasan akses informasi politik. Hal ini menyebabkan rendahnya literasi pemilu, minimnya partisipasi dalam diskusi publik, serta ketergantungan pada informasi yang tidak selalu akurat.

Dalam jangka panjang, kondisi ini menciptakan ketimpangan suara politik, di mana aspirasi kelompok rentan kurang terwakili dalam proses pengambilan keputusan.

Demokrasi yang sehat bukan hanya diukur dari tingginya angka partisipasi pemilih, tetapi juga dari kualitas pilihan politik yang dihasilkan. Kesenjangan sosial yang tidak ditangani berpotensi menurunkan kualitas representasi politik dan melemahkan legitimasi pemilu.

 

Kesenjangan Sosial dan Politik Uang

Salah satu dampak paling nyata dari kesenjangan sosial terhadap pemilu adalah meningkatnya kerentanan terhadap praktik politik uang. Politik uang tidak tumbuh di ruang hampa, melainkan subur di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum sejahtera.

Bagi masyarakat yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar, tawaran uang atau barang menjelang pemilu sering kali dipandang sebagai bantuan nyata, bukan sebagai pelanggaran hukum atau etika demokrasi.

Dalam situasi ini, pilihan politik menjadi transaksional dan jangka pendek, bukan berdasarkan visi, program, atau rekam jejak kandidat.

Kesenjangan ekonomi menciptakan relasi kuasa yang timpang antara kandidat dan pemilih. Kandidat dengan sumber daya besar memiliki keunggulan struktural, sementara pemilih miskin berada pada posisi tawar yang lemah. Akibatnya, kompetisi politik menjadi tidak adil dan berpotensi merusak integritas pemilu.

 

Peran KPU dalam Menjaga Kesetaraan Hak Pilih

Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki mandat konstitusional untuk menjamin bahwa setiap warga negara dapat menggunakan hak pilihnya secara setara. Dalam konteks kesenjangan sosial, peran KPU menjadi sangat strategis.

1. Penyediaan TPS yang Aksesibel dan Ramah Disabilitas

KPU bertanggung jawab memastikan TPS mudah dijangkau oleh seluruh pemilih, termasuk penyandang disabilitas, lansia, dan kelompok rentan lainnya. Pada Pemilu 2024, KPU mencatat sekitar 1,11 juta pemilih penyandang disabilitas yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap. Penyediaan TPS ramah disabilitas merupakan wujud nyata prinsip kesetaraan dalam demokrasi.

2. Pemutakhiran Data Pemilih

Kesenjangan sosial sering berkaitan dengan keterbatasan administrasi kependudukan. Melalui proses pemutakhiran data pemilih secara berkelanjutan, KPU berupaya memastikan tidak ada warga negara yang kehilangan hak pilih akibat masalah administratif.

3. Pendidikan dan Sosialisasi Pemilih

KPU juga memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi pemilih melalui pendidikan pemilu. Upaya ini ditujukan terutama kepada pemilih pemula, masyarakat di daerah 3T, serta kelompok dengan tingkat pendidikan rendah, guna mengurangi kerentanan terhadap politik uang dan disinformasi.

 

Kesenjangan Sosial dan Tantangan Pemilu di Papua Pegunungan

Papua Pegunungan merupakan contoh konkret bagaimana kesenjangan sosial, kondisi geografis ekstrem, dan keterbatasan infrastruktur beririsan langsung dengan tantangan pemilu. Berdasarkan data BPS, tingkat kemiskinan di Papua Pegunungan pada Maret 2025 mencapai lebih dari 30 persen, tertinggi secara nasional.

Kondisi ini berdampak pada berbagai aspek penyelenggaraan pemilu, mulai dari distribusi logistik, akses informasi pemilu, hingga partisipasi pemilih. Medan geografis yang sulit membuat penyediaan TPS dan pengawasan pemilu memerlukan biaya serta sumber daya yang besar. Di sisi lain, keterbatasan akses informasi meningkatkan ketergantungan masyarakat pada elite lokal.

Dalam konteks ini, KPU dituntut untuk menerapkan pendekatan yang kontekstual dan inklusif, tanpa mengabaikan prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Kehadiran negara dalam menjamin hak pilih masyarakat Papua Pegunungan merupakan ujian nyata komitmen demokrasi inklusif di Indonesia.

 

Kesenjangan sosial adalah persoalan mendasar yang memiliki dampak luas terhadap kualitas demokrasi dan pemilu di Indonesia. Ketimpangan ekonomi, pendidikan, dan layanan publik tidak hanya menciptakan ketidakadilan sosial, tetapi juga membuka ruang bagi distorsi demokrasi, termasuk praktik politik uang dan ketimpangan partisipasi politik.

Dalam kondisi tersebut, peran KPU menjadi sangat penting dalam menjaga kesetaraan hak pilih dan memastikan pemilu berjalan secara inklusif. Namun, upaya penyelenggaraan pemilu yang adil tidak dapat berdiri sendiri. Diperlukan sinergi kebijakan lintas sektor untuk mengurangi kesenjangan sosial secara struktural.

Demokrasi yang kuat hanya dapat tumbuh di atas fondasi keadilan sosial. Oleh karena itu, mengurangi kesenjangan sosial bukan sekadar agenda pembangunan, melainkan investasi jangka panjang untuk menjaga integritas pemilu dan keberlanjutan demokrasi Indonesia.

 

Sumber Data Resmi

  • Badan Pusat Statistik (BPS), Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2025
  • Badan Pusat Statistik (BPS), Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia
  • Komisi Pemilihan Umum (KPU), Data Pemilih Pemilu 2024
  • Keputusan KPU tentang Pelayanan Pemilih Penyandang Disabilitas

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 52 kali