Memperingati Hari HAM Sedunia: Melangkah Maju di Tengah Badai Tantangan
Wamena - Setiap tanggal 10 Desember, dunia bersatu untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia, menandai hari di mana Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) pada tahun 1948.
Peringatan tahun ini datang di tengah lanskap global yang ditandai oleh konflik, krisis iklim, dan meningkatnya ketidaksetaraan, yang semuanya menguji ketahanan prinsip-prinsip HAM fundamental.
Baca juga: Supremasi Hukum Dalam Negara Demokratis: Konsep dan Praktiknya
Kontradiksi dan Kemajuan di Tingkat Global
UDHR, yang terdiri dari 30 pasal yang menjamin hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya bagi setiap manusia, tetap menjadi pedoman moral bagi umat manusia. Namun, ironisnya, pelanggaran-pelanggaran hak asasi yang paling parah seringkali terjadi di wilayah-wilayah yang paling membutuhkan perlindungannya.
Krisis Kemanusiaan dan Konflik
Saat ini, jutaan orang di seluruh dunia terpaksa mengungsi akibat konflik bersenjata yang merajalela. Laporan terbaru dari badan-badan PBB menyoroti peningkatan signifikan dalam jumlah korban sipil, penyiksaan, dan kekerasan seksual yang digunakan sebagai taktik perang. Di banyak wilayah, jaminan hak atas hidup dan kebebasan berada dalam ancaman serius.
Selain itu, meningkatnya gelombang nasionalisme dan populisme di berbagai negara telah membawa dampak regresif terhadap hak-hak sipil dan politik. Kebebasan berekspresi, kebebasan pers, dan hak untuk berkumpul secara damai semakin dibatasi melalui legislasi yang represif dan pengawasan digital. Aktivis HAM, jurnalis, dan pembela lingkungan terus menghadapi ancaman, penahanan sewenang-wenang, dan impunitas bagi para pelaku kekerasan.
Tantangan Baru: Iklim dan Teknologi
Tantangan terhadap HAM kini meluas ke domain yang lebih modern. Krisis iklim semakin diakui sebagai krisis hak asasi manusia. Bencana alam yang intens, kekurangan air, dan kerawanan pangan yang diakibatkannya secara tidak proporsional memengaruhi komunitas rentan, khususnya masyarakat adat dan negara-negara berkembang.
Advokasi untuk hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan menjadi garis depan baru dalam gerakan HAM.
Pada saat yang sama, perkembangan teknologi menghadirkan dilema baru. Sementara kecerdasan buatan (AI) dan teknologi pengawasan dapat meningkatkan efisiensi dan keamanan, penggunaannya yang tidak diatur mengancam hak privasi, memfasilitasi diskriminasi algoritmik, dan bahkan dapat memicu pelanggaran HAM.
Perlunya kerangka regulasi global yang menjamin etika dan akuntabilitas teknologi menjadi prioritas mendesak.
Baca juga: Menakar Partisipasi Politik di Indonesia: Tren, Tantangan, dan Peran KPU
Perjuangan untuk Kesetaraan dan Inklusi
Terlepas dari tantangan, semangat untuk kesetaraan dan keadilan terus menyala. Gerakan-gerakan yang berfokus pada hak-hak kelompok minoritas telah mencapai kemajuan signifikan.
Hak-hak Perempuan dan Kelompok Marginal
Perjuangan untuk hak-hak perempuan telah membuahkan beberapa kemenangan legislatif penting dalam hal kesetaraan upah dan representasi politik. Namun, kekerasan berbasis gender dan diskriminasi struktural tetap menjadi penghalang besar.
Sementara itu, gerakan untuk hak-hak seperti penyandang disabilitas semakin mendapatkan pengakuan, menantang norma-norma diskriminatif dan menuntut inklusi penuh dalam masyarakat.
Peran Lembaga dan Masyarakat Sipil
Lembaga-lembaga internasional seperti Dewan HAM PBB dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terus berupaya untuk meminta pertanggungjawaban negara dan individu atas pelanggaran berat.
Namun, kerja tanpa lelah dari organisasi masyarakat sipil (OMS) di tingkat akar rumput lah yang sering kali menjadi garda terdepan perlindungan HAM. Mereka memberikan bantuan hukum, mendokumentasikan pelanggaran, dan menyuarakan suara-suara yang dibungkam.
Harapan dan Komitmen ke Depan
Pada Hari HAM Sedunia ini, Sekretaris Jenderal PBB menyerukan kepada semua negara untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap UDHR. Deklarasi tersebut bukan sekadar dokumen historis, melainkan cetak biru yang hidup untuk membangun masyarakat yang adil dan damai.
Diperlukan kerja sama yang lebih kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk mengatasi impunitas, memperkuat sistem keadilan, dan memastikan bahwa hak-hak ekonomi dan sosial seperti hak atas kesehatan dan pendidikan terpenuhi bagi semua orang.
Hak Asasi Manusia tidak pernah sepenuhnya terjamin ia adalah janji yang harus diperjuangkan, dipertahankan, dan diperbarui setiap hari. Perayaan Hari HAM Sedunia tahun ini menjadi pengingat yang kuat bahwa martabat setiap manusia adalah fondasi bagi masa depan global yang kita inginkan.