Menjaga Tiang Kebhinekaan: Toleransi Sebagai Fondasi Utama Masyarakat Modern
Wamena - Dalam hiruk pikuk globalisasi dan masyarakat yang semakin multikultural, satu nilai kemanusiaan berdiri sebagai penentu utama perdamaian dan kemajuan: toleransi.
Lebih dari sekadar menoleransi perbedaan, toleransi sejati adalah sebuah sikap aktif untuk menghargai, memahami, dan hidup berdampingan secara harmonis dengan mereka yang memiliki latar belakang, keyakinan, dan pandangan hidup yang berbeda.
Di Indonesia, sebuah negara yang secara konstitusional berlandaskan pada Bhinneka Tunggal Ika berbeda-beda tetapi tetap satu pembahasan mengenai toleransi menjadi semakin krusial.
Definisi dan Pilar Toleransi Sejati
Secara etimologis, toleransi berasal dari bahasa Latin tolerare, yang berarti menahan diri atau bersabar. Namun, dalam konteks sosial, maknanya jauh lebih dalam. Toleransi bukanlah kelemahan atau sikap pasif yang terpaksa menerima, melainkan kekuatan moral yang mengakui martabat setiap individu.
Para sosiolog dan filsuf modern memandang toleransi sebagai pilar utama dalam membangun masyarakat demokratis yang adil.
Profesor Amartya Sen, ekonom peraih Nobel, sering menekankan bahwa masyarakat yang maju adalah masyarakat yang mampu mengelola perbedaan pendapat dan identitas tanpa mengorbankan kohesi sosial. Sen memandang keragaman identitas sebagai kekayaan yang harus dikelola melalui dialog, bukan konflik.
Pilar-pilar toleransi meliputi:
- Pengakuan Hak Asasi: Menghormati hak setiap orang untuk memiliki keyakinan dan pandangan hidup.
- Dialog Inklusif: Kesediaan untuk mendengarkan dan belajar dari perspektif yang berbeda.
- Kesetaraan: Memperlakukan semua orang tanpa diskriminasi, terlepas dari suku, agama, ras, atau antargolongan (SARA).
Tantangan di Era Digital
Meskipun prinsip toleransi telah diajarkan lintas generasi, implementasinya di era digital menghadapi tantangan baru yang signifikan.
Media sosial, yang seharusnya menjadi alat untuk memperluas pemahaman, seringkali menjadi lahan subur bagi penyebaran intoleransi tersembunyi (subtle intolerance).
- Filter Bubble dan Echo Chamber: Algoritma media sosial cenderung menampilkan informasi yang sesuai dengan pandangan pengguna, menciptakan "ruang gema" yang memperkuat bias dan membuat individu kurang terpapar pada keragaman pandangan. Hal ini mengurangi empati dan kesediaan untuk berdialog.
- Hoaks dan Ujaran Kebencian: Penyebaran informasi palsu yang menargetkan kelompok minoritas atau perbedaan keyakinan dapat memicu konflik dan polarisasi yang cepat. Ujaran kebencian yang tersebar luas dapat menormalisasi sikap diskriminatif.
- Radikalisasi Diri: Ruang digital terkadang dimanfaatkan oleh kelompok ekstremis untuk merekrut dan meradikalisasi individu, seringkali diawali dengan menanamkan benih intoleransi terhadap kelompok lain.
Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat kini menghadapi tugas berat untuk melawan disinformasi dan mempromosikan literasi digital yang berlandaskan pada nilai-nilai toleransi.
Peran Institusi dan Pendidikan
Untuk memperkuat toleransi, pendidikan memegang peranan vital. Kurikulum pendidikan harus secara eksplisit mengajarkan sejarah, budaya, dan filosofi dari berbagai kelompok dalam masyarakat, menanamkan sejak dini bahwa perbedaan adalah keniscayaan yang memperkaya.
Di tingkat institusional, aparat penegak hukum harus memastikan bahwa hukum diterapkan secara adil untuk melindungi hak-hak semua warga negara, terutama kelompok minoritas, dari tindakan diskriminasi dan kekerasan yang dipicu oleh intoleransi.
Selain itu, media massa dan tokoh publik memiliki tanggung jawab etis untuk menjadi jembatan pemahaman, bukan juru bicara polarisasi. Dengan menampilkan narasi-narasi yang menghargai keragaman dan menyoroti keberhasilan hidup berdampingan, mereka dapat membentuk opini publik yang lebih inklusif.
Pilar Toleransi dalam Demokrasi
Toleransi sangat krusial karena demokrasi didasarkan pada persaingan bebas ide dan kekuasaan.
1. Penghormatan terhadap Perbedaan Pilihan
- Definisi: Mengakui bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih partai atau calon mana pun (prinsip Rahasia dan Bebas dalam Pemilu).
- Implementasi: Tidak mengucilkan, menghakimi, atau memutuskan silaturahmi dengan tetangga, teman, atau bahkan anggota keluarga hanya karena pilihan mereka berbeda.
2. Penerimaan Hasil yang Sah
- Definisi: Siap untuk menang dan siap untuk kalah. Pihak yang kalah harus mengakui kemenangan lawan yang telah ditetapkan melalui proses yang sah dan konstitusional.
- Implikasi: Ini mencegah kekerasan politik, demonstrasi yang merusak, atau upaya inkonstitusional untuk merebut kekuasaan.
3. Kebebasan Berpendapat dan Kampanye
- Definisi: Memberi kesempatan kepada semua peserta Pemilu untuk menyampaikan pendapat dan programnya tanpa intimidasi, sensor, atau kekerasan.
- Implementasi: Membiarkan calon dari partai lain berkampanye di lingkungan Anda (selama sesuai aturan), dan mendengarkan argumen mereka tanpa melakukan kekerasan verbal atau fisik.
4. Menolak Diskriminasi Identitas (Politik Identitas Negatif)
- Definisi: Toleransi menuntut agar identitas dasar seseorang (suku, agama, ras, gender) tidak boleh dijadikan alat untuk mendiskriminasi, menyerang, atau menghilangkan hak politiknya.
- Implikasi: Pemilu harus fokus pada program kerja dan integritas calon, bukan pada perbedaan SARA.
Baca juga: Kesadaran Hukum: Pilar Utama Negara Demokrasi
Membangun Masa Depan yang Lebih Inklusif
Toleransi bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan sebuah proses yang berkelanjutan dan harus terus dipupuk.
Praktik nyata toleransi terlihat dalam keseharian: dari kesediaan seorang pemilik warung untuk tutup sejenak demi menghormati hari raya keagamaan yang berbeda, hingga musyawarah warga untuk memastikan kebutuhan rumah ibadah semua agama terpenuhi.
Pada akhirnya, toleransi adalah cerminan dari kematangan sebuah peradaban. Dengan menjadikan toleransi sebagai komitmen kolektif, sebuah masyarakat tidak hanya mampu menghindari konflik, tetapi juga dapat mengubah perbedaan menjadi mesin inovasi dan kreativitas yang mendorong kemajuan bersama.
Menjaga tiang kebinekaan berarti memastikan bahwa setiap suara didengar dan setiap identitas dihargai, membangun fondasi yang kokoh untuk masa depan yang adil dan damai.