Berita Terkini

Memahami Hak Pilih Aktif dan Pasif di Indonesia

​Wamena - Dalam sebuah negara demokratis, partisipasi rakyat adalah pilar utama. Instrumen vital yang memungkinkan partisipasi ini terwujud adalah hak pilih.

Di Indonesia, hak pilih tidak hanya sebatas hak untuk mencoblos, tetapi terbagi menjadi dua konsep fundamental yang saling melengkapi: Hak Pilih Aktif dan Hak Pilih Pasif.

Pemahaman mendalam tentang kedua hak ini sangat krusial, tidak hanya bagi penyelenggara Pemilu, tetapi juga bagi setiap warga negara untuk memaksimalkan perannya dalam menentukan masa depan bangsa.

 

​Hak Pilih Aktif: Kekuatan di Bilik Suara

​Hak Pilih Aktif, yang sering disebut sebagai hak untuk memilih, adalah hak dasar yang melekat pada setiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk memberikan suaranya dalam pemilihan umum.

Ini adalah wujud kedaulatan rakyat yang paling nyata, di mana setiap individu memiliki suara yang setara dalam memilih pemimpin dan wakil rakyatnya.

 

​Syarat dan Ketentuan

Syarat-syarat untuk memiliki Hak Pilih Aktif diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Pemilu dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Beberapa persyaratan utamanya meliputi:

1. ​Warga Negara Indonesia (WNI): Kewarganegaraan menjadi syarat mutlak.

2. ​Usia Minimal: Telah genap berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah/pernah kawin pada hari pemungutan suara. Usia 17 tahun menjadi batas legal kedewasaan politik.

3. ​Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya: Berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, seseorang tidak boleh sedang dicabut hak politiknya.

4. ​Domisili Jelas: Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar negeri, dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) atau dokumen identitas lain yang sah.

5. ​Terdaftar sebagai Pemilih: Idealnya, pemilih harus terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditetapkan KPU. Proses pendaftaran ini memastikan logistik pemilu (surat suara, TPS) dapat disiapkan secara akurat.

​Penting untuk Diketahui  Bahkan bagi yang belum terdaftar di DPT, selama memenuhi syarat usia dan dapat menunjukkan KTP-el, mereka tetap dapat menggunakan hak pilihnya pada jam-jam tertentu di TPS sesuai domisili, yang dikenal sebagai Daftar Pemilih Khusus (DPK).

​Hak Pilih Aktif adalah refleksi dari prinsip kesetaraan. Tidak peduli latar belakang sosial, ekonomi, atau pendidikan, setiap suara memiliki bobot yang sama. Tingginya partisipasi dalam menggunakan hak pilih aktif seringkali menjadi indikator kesehatan demokrasi suatu negara.

Peningkatan angka partisipasi, seperti yang terlihat dalam Pemilu beberapa periode terakhir, menunjukkan kesadaran politik masyarakat yang semakin matang.

 

Baca juga: Apa Itu Hak dan Kewajiban Warga Negara? Ini Penjelasan Lengkapnya

 

​Hak Pilih Pasif: Tanggung Jawab Kepemimpinan

​Berlawanan dengan hak untuk memilih, Hak Pilih Pasif adalah hak untuk dipilih atau mencalonkan diri menjadi anggota badan legislatif (DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota) atau menduduki jabatan eksekutif (Presiden/Wakil Presiden, Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota). Hak ini merupakan pintu gerbang bagi warga negara untuk secara langsung mengemban amanah rakyat dan membentuk kebijakan publik.

 

​Syarat Khusus untuk Mengabdi

​Karena menyangkut tanggung jawab publik yang besar, syarat untuk Hak Pilih Pasif jauh lebih ketat dan komprehensif dibandingkan Hak Pilih Aktif. Syarat-syarat ini dirancang untuk memastikan bahwa para calon pemimpin dan wakil rakyat memiliki integritas, kapabilitas, dan komitmen yang diperlukan.

Secara umum, syarat untuk calon anggota legislatif di Indonesia antara lain:

1. ​Warga Negara Indonesia (WNI): Sama seperti hak pilih aktif.

2. ​Usia Minimal Lebih Tinggi: Biasanya, batas minimal usia untuk mencalonkan diri adalah 21 tahun atau lebih saat penetapan Daftar Calon Tetap (DCT). Untuk jabatan eksekutif seperti Presiden/Wakil Presiden, syarat usia bisa lebih tinggi.

3. ​Pendidikan Minimal: Calon harus berpendidikan minimal tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.

4. ​Integritas dan Moral: Bertakwa kepada Tuhan yang maha esa

5. ​Sehat jasmani, rohani, dan bebas penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.

6. ​Tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengumumkan kepada publik bahwa ia adalah mantan narapidana, dan telah selesai menjalani masa pidananya.

6. ​Komitmen Penuh Waktu: Bagi calon anggota legislatif, terdapat syarat bersedia bekerja penuh waktu.

7. ​Pengunduran Diri dari Jabatan Lain: Bagi yang saat ini menjabat di posisi publik tertentu (misalnya PNS, TNI/Polri, atau kepala daerah), diwajibkan mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai calon tetap.

​Syarat-syarat ini bertujuan menyaring individu yang tidak hanya memiliki niat baik, tetapi juga memiliki rekam jejak yang bersih, kompetensi yang memadai, dan komitmen penuh untuk melayani masyarakat.

 

​Sinergi dan Tantangan Demokrasi

​Hak Pilih Aktif dan Pasif adalah dua sisi dari koin demokrasi yang sama. Keduanya harus berfungsi optimal untuk menciptakan pemerintahan yang legitimatif dan akuntabel.

​Hak Pilih Aktif memastikan bahwa pemilih dapat memilih yang terbaik dari individu-individu yang menawarkan diri melalui Hak Pilih Pasif.

Jika syarat Hak Pilih Pasif tidak ketat, rakyat berisiko memilih pemimpin yang tidak kompeten atau berintegritas rendah. Sebaliknya, jika Hak Pilih Aktif diabaikan (golput), legitimasi pemimpin yang terpilih akan melemah.

 

Baca juga: Memahami Koalisi dan Oposisi di Perpolitikan Indonesia

 

​Tantangan Pendidikan Politik

Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan masyarakat memahami perbedaan dan pentingnya kedua hak ini. Pendidikan politik yang masif diperlukan agar pemilih tidak hanya berpartisipasi (aktif), tetapi juga cerdas dalam memilih calon yang berkualitas (pasif).

​Saat ini, tantangan dalam mengimplementasikan kedua hak ini semakin kompleks. Misalnya, masalah data kependudukan dan pemutakhiran DPT terus menjadi isu krusial dalam menjamin hak pilih aktif setiap warga negara.

Sementara itu, untuk hak pilih pasif, perdebatan tentang integritas dan transparansi pendanaan kampanye selalu menjadi sorotan.

Memperkuat Fondasi Kedaulatan Rakyat

​Hak Pilih Aktif dan Pasif merupakan wujud nyata kedaulatan rakyat yang diamanatkan oleh konstitusi. Dengan memahami dan menggunakan kedua hak ini secara bertanggung jawab, warga negara tidak hanya menjalankan kewajiban mereka tetapi juga secara aktif membentuk kualitas pemerintahan.

​Kualitas demokrasi di Indonesia di masa depan sangat bergantung pada bagaimana setiap warga negara menghargai dan memperjuangkan kedua hak ini.

Pemilih yang sadar akan haknya untuk memilih (aktif) dan calon pemimpin yang bertanggung jawab terhadap haknya untuk dipilih (pasif) adalah kunci menuju tata kelola pemerintahan yang bersih, jujur, dan berpihak pada kepentingan rakyat.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 18 kali