Berita Terkini

Pentingnya Netralitas ASN dalam Pemilu: Menjaga Integritas dan Kepercayaan Publik

Wamena - Menjelang Pemilu 2025, pembahasan mengenai netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali menjadi isu penting dalam menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.

ASN memiliki peran sentral sebagai pelayan publik yang dituntut bekerja profesional, adil, dan bebas dari pengaruh politik praktis.

Namun dalam praktiknya, pelanggaran terhadap prinsip netralitas masih kerap terjadi — baik secara sadar maupun tidak sadar — yang dapat mengancam integritas birokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pemilu.

Netralitas ASN bukan hanya soal etika, tetapi juga merupakan kewajiban hukum yang diatur secara tegas dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, menjaga netralitas ASN menjadi salah satu kunci utama untuk menciptakan Pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.

 

Pengertian Netralitas ASN dan Dasar Hukumnya

Netralitas ASN adalah sikap tidak berpihak, tidak terlibat, dan tidak memihak kepada partai politik atau calon tertentu dalam pemilihan umum. ASN harus bersikap profesional dan fokus pada pelayanan publik tanpa dipengaruhi kepentingan politik apa pun.

Secara hukum, prinsip netralitas ASN memiliki dasar yang kuat. Beberapa regulasi yang mengatur hal ini antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menegaskan bahwa ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi politik.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, yang mengatur nilai dasar, kode etik, serta perilaku profesional ASN.
  3. Surat Keputusan Bersama (SKB) Tahun 2022 antara Menteri PANRB, BKN, KASN, dan Bawaslu tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas ASN.

Selain itu, Peraturan Bawaslu Nomor 6 Tahun 2018 juga memberikan pedoman pengawasan terhadap netralitas ASN selama proses Pemilu.

Dalam seluruh aturan ini, ASN dilarang menjadi anggota atau pengurus partai politik, ikut kampanye, memberikan dukungan politik, maupun menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik.

 

Baca juga: Nama Tidak Ada di DPT Online: Penyebab, Solusi, dan Cara Lapor

 

Mengapa Netralitas ASN Penting dalam Pemilu

Netralitas ASN menjadi pondasi utama dalam menjaga integritas sistem demokrasi. ASN adalah pelaksana kebijakan publik yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, sehingga setiap tindakan yang berbau politis dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap keadilan birokrasi.

Ada beberapa alasan mendasar mengapa netralitas ASN begitu penting dalam penyelenggaraan Pemilu:

  1. Menjaga Kepercayaan Publik terhadap Pemerintah
    Ketika ASN bersikap netral, masyarakat akan percaya bahwa pelayanan publik diberikan secara adil dan tidak memihak. Kepercayaan ini sangat penting untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
  2. Menjamin Keadilan dalam Kompetisi Politik
    Jika ASN berpihak pada calon tertentu, maka persaingan politik menjadi tidak sehat. Pihak yang didukung akan memiliki keuntungan tidak wajar, sementara calon lain dirugikan.
  3. Menegakkan Profesionalisme Birokrasi
    ASN yang profesional bekerja berdasarkan aturan dan kepentingan negara, bukan kepentingan kelompok atau individu. Dengan bersikap netral, ASN dapat menjaga kehormatan dan martabat profesinya.
  4. Mencegah Penyalahgunaan Fasilitas Negara
    ASN memiliki akses terhadap sumber daya negara. Jika tidak netral, fasilitas tersebut bisa disalahgunakan untuk kepentingan politik. Hal ini jelas melanggar hukum dan mencederai keadilan Pemilu.

Dengan demikian, netralitas ASN bukan hanya untuk menjaga stabilitas politik, tetapi juga untuk memperkuat legitimasi demokrasi di mata rakyat.

 

Bentuk Pelanggaran Netralitas yang Perlu Dihindari

Dalam praktiknya, pelanggaran terhadap netralitas ASN dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik yang tampak jelas maupun terselubung. Berdasarkan hasil pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), beberapa pelanggaran yang sering terjadi antara lain:

  1. Terlibat dalam Kampanye Politik
    ASN dilarang ikut serta dalam kegiatan kampanye, baik sebagai peserta, juru kampanye, maupun penyebar materi kampanye. Kehadiran ASN dalam kampanye politik dapat dianggap bentuk dukungan terhadap calon tertentu.
  2. Aktivitas di Media Sosial
    Banyak pelanggaran terjadi di dunia digital. ASN dilarang memberikan “like”, “share”, atau komentar yang mengandung dukungan kepada calon atau partai politik di media sosial.
  3. Menggunakan Atribut atau Simbol Partai Politik
    Pemakaian pakaian, pin, atau atribut lain yang identik dengan partai politik dapat dikategorikan sebagai bentuk ketidaknetralan.
  4. Menghadiri Acara Politik dengan Menggunakan Fasilitas Negara
    Menghadiri deklarasi, pertemuan partai, atau kegiatan politik lain dengan kendaraan dinas atau saat jam kerja merupakan pelanggaran serius.

Sanksi bagi ASN yang melanggar bisa sangat berat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, pelanggaran berat dapat berujung pada pemberhentian dengan tidak hormat. Selain sanksi administratif, pelanggaran juga dapat berdampak pada reputasi pribadi dan kepercayaan publik terhadap instansi tempat ASN bekerja.

 

Baca juga: Karubaga: Akses, Rute, dan Fakta Menarik tentang Ibukota Tolikara.

 

Upaya Pengawasan Netralitas ASN oleh KPU dan Bawaslu

Untuk mencegah dan menindak pelanggaran netralitas ASN, KPU, Bawaslu, dan KASN memiliki peran penting dalam melakukan pengawasan dan pembinaan.

Bawaslu berperan melakukan pemantauan dan penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan ASN selama masa Pemilu. Setiap laporan masyarakat mengenai dugaan ketidaknetralan ASN akan diproses dan diteruskan kepada KASN untuk dilakukan penilaian etik dan rekomendasi sanksi kepada pejabat pembina kepegawaian.

Sementara itu, KPU berperan dalam memberikan edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya netralitas ASN. Sosialisasi ini dilakukan di berbagai daerah dengan melibatkan pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan media massa agar pemahaman tentang batasan perilaku ASN semakin kuat.

Selain lembaga-lembaga tersebut, masyarakat juga memiliki peran besar. Partisipasi publik dalam melaporkan pelanggaran menjadi bagian dari upaya bersama menjaga netralitas ASN. Dengan adanya sistem pelaporan terbuka, setiap bentuk pelanggaran bisa segera diidentifikasi dan ditindaklanjuti.

 

Menjaga Profesionalisme ASN di Tahun Politik

Memasuki tahun politik 2025, tantangan terbesar ASN adalah tetap fokus menjalankan fungsi pelayanan publik di tengah dinamika politik yang semakin hangat. ASN harus mampu menunjukkan bahwa loyalitasnya hanya kepada negara dan masyarakat, bukan kepada partai politik atau kandidat tertentu.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga profesionalisme dan netralitas ASN di tahun politik antara lain:

  • Memperkuat Pemahaman Etika dan Integritas ASN melalui pelatihan dan sosialisasi internal instansi pemerintah.
  • Menegakkan Sanksi dengan Tegas dan Konsisten agar memberikan efek jera bagi pelanggar dan menjadi pembelajaran bagi ASN lain.
  • Menghindari Aktivitas yang Berpotensi Menimbulkan Persepsi Politik, termasuk aktivitas di media sosial yang bisa ditafsirkan sebagai dukungan politik.
  • Menjalin Kolaborasi antara Instansi Pemerintah dan Pengawas Pemilu untuk meningkatkan pengawasan dan koordinasi.

Dengan langkah-langkah tersebut, ASN dapat terus menjaga profesionalismenya serta menjadi teladan bagi masyarakat dalam menjunjung tinggi nilai demokrasi.

Netralitas ASN merupakan salah satu pilar penting dalam menciptakan Pemilu yang berintegritas. ASN yang netral akan mampu memberikan pelayanan publik secara adil, menjaga kepercayaan masyarakat, serta memperkuat sistem birokrasi yang bebas dari kepentingan politik.

Sebagai abdi negara, ASN diharapkan selalu mengingat bahwa tugas utamanya bukan memenangkan calon tertentu, melainkan memenangkan kepentingan rakyat dan negara. Dengan menjaga netralitas, ASN turut menjaga marwah demokrasi Indonesia agar tetap sehat, jujur, dan bermartabat.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 2,000 kali