LHKPN: Instrumen Penting untuk Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggara Negara
Wamena - LHKPN atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara adalah instrumen penting untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggara negara.
Apa dasar hukum, tujuan, siapa yang wajib melapor, hingga sanksi bagi yang tidak melaporkan? Berikut penjelasannya.
Baca juga: Apa Itu Pakta Integritas? Ini Arti, Tujuan, dan Contohnya
Apa Itu LHKPN dan Dasar Hukumnya
LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) merupakan kewajiban bagi setiap pejabat publik untuk melaporkan seluruh harta kekayaan yang dimiliki, baik sebelum, selama, maupun setelah menjabat.
Sistem ini bertujuan menjaga transparansi dan mencegah penyalahgunaan wewenang di kalangan penyelenggara negara.
Berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 8 Peraturan KPK Nomor 3 Tahun 2024 LHKPN adalah laporan dalam bentuk dokumen, termasuk namun tidak terbatas pada dokumen elektronik tentang uraian dan rincian informasi mengenai harta kekayaan, data pribadi, penerimaan, pengeluaran, dan data lainnya atas harta kekayaan penyelenggara negara.
Dasar hukum pelaksanaan LHKPN antara lain:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
- Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Dengan dasar hukum tersebut, LHKPN menjadi kewajiban yang memiliki kekuatan hukum kuat untuk memastikan pejabat negara menjalankan jabatan dengan jujur dan terbuka.
Tujuan dan Fungsi LHKPN dalam Pemerintahan
Tujuan utama LHKPN adalah untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi. Melalui pelaporan harta kekayaan, pejabat negara diharapkan lebih berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap setiap aset yang dimiliki.
Adapun fungsi utama LHKPN meliputi:
- Menegakkan transparansi publik dengan membuka data kekayaan pejabat kepada masyarakat.
- Mencegah korupsi melalui deteksi dini terhadap peningkatan kekayaan yang tidak wajar.
- Menumbuhkan akuntabilitas dan integritas di kalangan penyelenggara negara.
- Memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan.
Melalui pelaporan yang rutin dan jujur, LHKPN menjadi alat efektif untuk menjaga integritas lembaga negara serta memperkuat prinsip good governance.
Siapa yang Wajib Melaporkan Harta Kekayaan ke KPK
Berdasarkan peraturan KPK, pihak-pihak yang wajib menyampaikan LHKPN mencakup seluruh penyelenggara negara di berbagai sektor pemerintahan, antara lain:
- Pejabat Negara di Lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, seperti menteri, anggota DPR, DPD, hakim, dan pejabat tinggi lainnya.
- Pejabat Pemerintah Daerah, termasuk gubernur, bupati, wali kota, serta pejabat eselon I dan II.
- Pejabat BUMN dan BUMD, serta badan yang menggunakan dana atau kekayaan negara.
- Pejabat dengan jabatan strategis atau rawan konflik kepentingan, misalnya pejabat pengadaan, auditor, dan aparat penegak hukum.
Pelaporan dilakukan melalui sistem e-LHKPN (elektronik) yang dikembangkan oleh KPK untuk mempermudah proses pendaftaran dan verifikasi secara online.
Kapan LHKPN dilaporkan?
Berdasarkan peraturan KPK Nomor 4 Tahun 2020 pasal 4 LHKPN wajib dilaporkan kepada KPK pada saat:
- Saat Pertama Kali Menjabat (LHKPN) Awal
Pejabat negara wajib melaporkan LHKPN pada saat pertama kali diangkat atau dilantik dalam jabatan tertentu. Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi harta kekayaan sebelum mulai melaksanakan tugas.
- Selama Menjabat (LHKPN Berkala)
LHKPN wajib diperbarui dan dilaporkan setiap tahun, paling lambat pada 31 Maret tahun berikutnya. Misalnya, untuk harta tahun 2024, laporan harus masuk paling lambat 31 Maret 2025
- Saat Mengakhiri Jabatan (LHKPN Akhir)
Ketika pejabat negara berhenti, baik karena pensiun, diberhentikan, atau selesai masa jabatan, mereka tetap wajib melaporkan LHKPN. Laporan ini digunakan untuk membandingkan perubahan harta selama menjabat.
Sanksi bagi Penyelenggara Negara yang Tidak Melapor
Tidak melaporkan LHKPN sesuai ketentuan dapat dikenakan sanksi administratif, etik, hingga hukum. Hal ini dilakukan untuk menegakkan disiplin dan tanggung jawab moral pejabat publik.
Beberapa bentuk sanksi yang dapat diberikan antara lain:
- Sanksi administratif, seperti teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat, atau pemberhentian dari jabatan.
- Sanksi etik, bagi pejabat yang melanggar kode etik lembaga masing-masing.
- Sanksi hukum, jika ditemukan indikasi penyembunyian atau manipulasi harta yang terkait tindak pidana korupsi.
KPK memiliki kewenangan melakukan verifikasi, klarifikasi, dan penyelidikan terhadap laporan kekayaan yang mencurigakan. Tindakan tegas ini penting untuk memastikan bahwa pelaporan tidak hanya bersifat formalitas.
Baca juga: Politik Luar Negeri Indonesia: Bebas Aktif dan Perannya di Dunia
Pentingnya LHKPN untuk Mewujudkan Pemerintahan Bersih
LHKPN memiliki peran strategis dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, berintegritas, dan dipercaya masyarakat. Dengan keterbukaan data harta pejabat publik, masyarakat dapat turut serta dalam pengawasan dan pencegahan korupsi.
Manfaat penerapan LHKPN antara lain:
- Menjadi tolak ukur integritas pejabat publik.
- Mendorong budaya kerja yang berbasis kejujuran dan transparansi.
- Memperkuat partisipasi masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan negara.
Dengan meningkatnya kesadaran pelaporan kekayaan, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin tinggi. Hal ini menjadi langkah nyata menuju Indonesia yang bebas dari korupsi dan berlandaskan akuntabilitas.
LHKPN bukan hanya kewajiban administratif, tetapi simbol komitmen terhadap pemerintahan yang jujur dan transparan. Melalui penerapan sistem pelaporan yang ketat dan pengawasan yang efektif, LHKPN mampu menjadi benteng moral bagi penyelenggara negara serta instrumen penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.