Berita Terkini

Memahami Fenomena Polarisasi Politik: Ketika Masyarakat Terbelah Dua Kutub

Wamena - Fenomena polarisasi politik kini menjadi perbincangan hangat, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di berbagai negara demokrasi.

Secara sederhana, polarisasi politik dapat didefinisikan sebagai fenomena di mana masyarakat terpecah menjadi dua kelompok atau kutub yang saling berlawanan dan memiliki pandangan politik yang sangat berbeda, tajam, dan sering kali bertentangan.

Perpecahan ini melampaui perbedaan pendapat biasa; ia melibatkan penguatan identifikasi kelompok (kita vs. mereka) yang berujung pada meningkatnya ketegangan dan konflik.

 

Definisi dan Karakteristik Utama

Dalam konteks yang lebih luas, polarisasi politik bukanlah sekadar ketidaksepakatan. Ini adalah proses di mana spektrum politik menjadi kurang beragam dan lebih terkonsentrasi di dua ujung yang ekstrem.

Ketika polarisasi terjadi, posisi moderat atau jalan tengah cenderung menghilang, dan individu semakin enggan untuk berkompromi atau bekerja sama dengan kelompok lawan.

Ada dua jenis polarisasi yang sering dibahas:

  1. Polarisasi Elit: Fokus pada perbedaan pendapat yang tajam di kalangan pemimpin politik, pejabat terpilih, dan pengurus partai.
  2. Polarisasi Massa (atau Populer): Fokus pada perpecahan yang dalam di kalangan masyarakat umum atau pemilih.

Namun, di era modern, polarisasi tidak hanya terjadi pada isu ideologi (polarisasi isu), tetapi juga semakin dipicu oleh polarisasi afektif. Polarisasi afektif merujuk pada meningkatnya sentimen emosional, kebencian, atau ketidakpercayaan yang kuat terhadap anggota kelompok politik lawan.

Orang tidak hanya tidak setuju dengan kebijakan lawan, tetapi juga mulai tidak menyukai mereka secara pribadi atau menganggap mereka sebagai ancaman terhadap nilai-nilai inti bangsa.

Pandangan ahli politik Emilia Palonen melihat polarisasi Politik sebagai alat politik yang menciptakan batas”kita”dan”mereka”serta konfrontasi.menurutnya,dua kelompok menciptakan satu sama lain melalui penandaan batas tersebut, dimana consensus hanya ditemukan didalam kubu-kubu politik itu sendiri.

 

Baca juga: Mengenal Politik Identitas dan Dampaknya terhadap Demokrasi Indonesia

 

Akar dan Pemicu Polarisasi

Polarisasi politik dipicu oleh beragam faktor kompleks yang saling terkait:

  • Politik Identitas: Salah satu pemicu utama di banyak negara, termasuk Indonesia seperti yang terlihat dalam pilkada Jakarta 2017 adalah penggunaan identitas seperti agama, etnis, atau suku sebagai alat mobilisasi politik. Ketika pilihan politik didasarkan pada identitas, perpecahan menjadi lebih mendasar dan sulit diatasi karena menyentuh ranah pribadi dan keyakinan.
  • Sistem Pemilu: Dalam beberapa kasus, sistem pemilu yang hanya menawarkan sedikit pilihan pasangan calon (misalnya, hanya dua pasangan dalam pemilihan presiden) dapat memperkuat keterbelahan masyarakat menjadi dua blok besar yang saling berhadapan.
  • Media Digital dan Media Sosial: Peran media sosial sangat signifikan dalam memperburuk polarisasi. Algoritma media sosial cenderung menciptakan "kamar gema" (echo chambers) di mana individu hanya terpapar pada informasi dan pandangan yang menguatkan keyakinan mereka sendiri. Hal ini memperkuat bias, membatasi paparan pada perspektif yang berbeda, dan memudahkan penyebaran narasi negatif atau hoaks yang membingkai lawan politik sebagai musuh.
  • Elite Politik: Elite politik sering kali memainkan peran sentral dalam memicu polarisasi dengan mengadopsi retorika yang keras, memprovokasi konflik, dan secara sengaja membingkai lawan sebagai ancaman demi keuntungan elektoral.

Polarisasi tidak hanya terbatas pada hari pemilihan, tetapi merembet ke ranah sosial, menciptakan fragmentasi interaksi sosial. Konflik verbal dan caci maki antar pendukung, baik di dunia nyata maupun di media sosial, menjadi manifestasi nyata dari polarisasi afektif yang menguat.

 

Dampak Negatif Terhadap Demokrasi dan Masyarakat

Jika tidak dikelola dengan baik, polarisasi politik dapat menimbulkan dampak yang merusak:

  • Merusak Institusi Demokrasi: Polarisasi menghambat proses pembuatan kebijakan dan konsensus. Ketika kelompok-kelompok politik terlalu fokus pada perjuangan kekuasaan, bukan pada kepentingan publik, kualitas demokrasi akan menurun. Hal ini dapat menyebabkan kelumpuhan politik (political gridlock) dan memperkuat tindakan otoriter.
  • Meningkatkan Intoleransi dan Konflik Sosial: Perpecahan yang dalam memicu ketidakpercayaan dan intoleransi di antara kelompok masyarakat. Gesekan antar kubu dapat berujung pada konflik sosial, demonstrasi, dan bahkan kekerasan.
  • Melemahkan Kredibilitas Partai Politik: Polarisasi yang ekstrem dapat membuat masyarakat merasa tidak puas dan semakin sinis terhadap proses politik secara keseluruhan, yang pada gilirannya dapat menurunkan kredibilitas partai politik dan minat publik terhadap politik.

 

Baca juga: Memahami Koalisi dan Oposisi di Perpolitikan Indonesia

 

Upaya Mengatasi Polarisasi

Mengatasi polarisasi politik membutuhkan upaya kolektif dari semua pihak.

  • Pendidikan Kewarganegaraan dan Literasi Digital: Penting untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengolah informasi secara kritis, mengidentifikasi hoaks, dan menolak narasi negatif di media sosial.
  • Peran Media yang Seimbang: Media massa harus menjaga netralitas dan memberikan pemberitaan yang berimbang, tidak berkontribusi pada penciptaan echo chambers.
  • Menciptakan Ruang Dialog: Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat perlu menciptakan ruang-ruang dialog yang aman dan konstruktif untuk komunikasi dan kerja sama lintas-pilihan politik, mendorong empati, dan menemukan titik temu.
  • Peran Elite Politik: Elite politik harus bertanggung jawab dengan mengurangi retorika yang memecah belah dan memprioritaskan kepentingan nasional di atas keuntungan elektoral jangka pendek.

Polarisasi politik adalah tantangan besar yang menguji fondasi persatuan suatu bangsa. Dengan kesadaran kolektif dan upaya bersama, masyarakat dapat merajut kembali benang-benang perbedaan agar demokrasi tetap berjalan secara sehat dan harmonis.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 568 kali