Mengenal Yurisprudensi dalam Sistem Hukum Indonesia
Wamena - Yurisprudensi merupakan salah satu pilar penting dalam sistem hukum Indonesia yang sering disebut sebagai sumber hukum tidak tertulis.
Dalam praktik peradilan nasional, yurisprudensi memegang fungsi strategis karena mampu memberikan arah, konsistensi, dan kepastian hukum ketika undang-undang belum memberikan pengaturan secara lengkap atau menghadapi kekosongan norma.
Artikel ini membahas secara komprehensif mengenai pengertian yurisprudensi, kedudukannya dalam sistem hukum, proses terbentuknya, hingga peran pentingnya dalam membangun praktik peradilan yang adil dan modern di Indonesia.
Baca juga: Landasan Hukum KPU dalam Konstitusi dan Undang-Undang serta Penerapannya di KPU Kabupaten Tolikara
Pengertian Yurisprudensi
Secara umum, yurisprudensi adalah putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan diikuti secara konsisten oleh para hakim lainnya dalam perkara yang memiliki persoalan hukum serupa.
Dengan kata lain, yurisprudensi bukan sekadar putusan pengadilan, tetapi putusan yang telah diakui kualitasnya, memiliki nilai preseden, dan digunakan berulang kali sebagai rujukan dalam penyelesaian perkara berikutnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yurisprudensi diartikan sebagai “putusan hakim terdahulu yang menjadi pegangan bagi hakim lain dalam memutus perkara yang sama.
” Sementara itu, dalam doktrin hukum, yurisprudensi dipahami sebagai proses pembentukan kaidah hukum melalui putusan pengadilan yang bersifat tetap dan diikuti secara berkelanjutan.
Melalui pengertian tersebut, yurisprudensi berfungsi sebagai instrumen yang memperluas, menafsirkan, dan memperkuat penerapan hukum positif.
Kedudukan Yurisprudensi dalam Sistem Hukum Indonesia
Indonesia menggunakan sistem hukum Civil Law yang bertumpu pada peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum utama.
Namun demikian, perkembangan praktik peradilan menunjukkan bahwa yurisprudensi memiliki tempat tersendiri sebagai sumber hukum pelengkap.
Hal ini disebabkan oleh dinamika masyarakat yang selalu berkembang dan tidak seluruhnya dapat diakomodasi dalam undang-undang secara langsung.
Meskipun yurisprudensi tidak secara eksplisit diatur dalam konstitusi sebagai sumber hukum formal, dasar hukum bagi hakim untuk membuat putusan ditemukan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal ini menyatakan, "Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya."
Ketentuan inilah yang menjadi pijaran hukum bagi hakim untuk melakukan penemuan hukum (rechtsvinding), salah satunya dengan merujuk pada yurisprudensi.
Mahkamah Agung melalui berbagai putusannya, seperti Putusan MA No. 3199 K/Pdt/1984 tentang perbuatan melawan hukum karena ingkar janji untuk menikah.
Putusan ini menjadi penting karena menjadikan ingkar janji untuk menikah sebagai perbuatan melawan hukum (PMH) yang dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum
Bahkan, Mahkamah Agung sering kali menyebutkan pertimbangan yurisprudensi sebagai dasar memperkuat argumentasi hukum dalam putusan mereka.
Dengan demikian, yurisprudensi memperoleh kedudukan yang kuat secara praktik dan menjadi bagian signifikan dalam proses pembentukan hukum nasional.
Bagaimana Yurisprudensi Terbentuk
Yurisprudensi tidak terbentuk secara otomatis setiap kali hakim mengeluarkan putusan. Ada proses seleksi alamiah yang menyebabkan hanya beberapa putusan dianggap layak dijadikan yurisprudensi tetap. Adapun tahapan terbentuknya yurisprudensi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Timbulnya persoalan hukum yang membutuhkan interpretasi hakim
Ketika undang-undang tidak mengatur secara jelas suatu situasi, lama tidak diperbarui, atau menimbulkan perbedaan tafsir, hakim terdorong untuk memberikan penafsiran hukum yang lebih tegas melalui putusannya.
2. Lahirnya putusan hakim yang berkualitas dan argumentatif
Putusan yang menjadi cikal bakal yurisprudensi biasanya memuat argumentasi hukum yang mendalam, memiliki analisis yang komprehensif, serta menunjukkan pertimbangan yang adil dan proporsional terhadap fakta-fakta persidangan.
3. Putusan diikuti oleh hakim lain dalam perkara serupa
Ketika putusan tersebut digunakan kembali oleh hakim lain sebagai rujukan dalam memutus perkara yang memiliki fakta atau persoalan hukum yang sama, maka putusan tersebut mulai berkembang menjadi preseden.
4. Mahkamah Agung mengadopsi dan menguatkan kaidah tersebut
Putusan kasasi atau peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Agung sering kali menjadi titik final yang mengukuhkan satu kaidah hukum sebagai yurisprudensi tetap. Kaidah tersebut kemudian dicantumkan dalam himpunan yurisprudensi resmi Mahkamah Agung.
Jenis-Jenis Yurisprudensi
Dalam sistem peradilan Indonesia, yurisprudensi dapat dibedakan menjadi dua jenis utama:
1. Yurisprudensi Tetap (Permanent Jurisprudence)
Yaitu putusan hakim yang telah diikuti secara terus menerus dan diakui sebagai pedoman resmi dalam praktik peradilan. Jenis ini memiliki kekuatan paling tinggi di antara yurisprudensi lainnya dan menjadi acuan penting bagi hakim dalam memutus perkara serupa.
2. Yurisprudensi Tidak Tetap
Yaitu putusan hakim yang pernah diikuti namun tidak secara konsisten digunakan atau belum mencapai tingkat penerimaan yang luas. Meskipun demikian, jenis ini tetap memiliki nilai rujukan dalam pertimbangan hukum tertentu
Peran Yurisprudensi dalam Penegakan Hukum
Yurisprudensi memiliki sejumlah peran penting dalam mendukung sistem hukum Indonesia, antara lain:
1. Menjaga Konsistensi Putusan Pengadilan
Konsistensi merupakan nilai fundamental dalam penegakan hukum. Tanpa konsistensi, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap peradilan karena perbedaan putusan untuk perkara serupa dapat dianggap sebagai bentuk ketidakadilan. Yurisprudensi membantu menjaga konsistensi tersebut dengan menyediakan pedoman bagi hakim dalam memutus perkara yang sejenis.
2. Mengisi kekosongan atau kekurangan undang-undang
Tidak ada undang-undang yang benar-benar lengkap dan selalu mampu mengikuti perkembangan zaman. Dalam banyak kasus, yurisprudensi menjadi solusi ketika terjadi kekosongan hukum atau ketika undang-undang tidak mampu mengantisipasi persoalan baru yang muncul di masyarakat. Melalui penafsiran hakim, hukum dapat mengikuti dinamika kehidupan sosial, ekonomi, hingga teknologi modern.
Mendorong Pembaruan Hukum (Law Development)
Yurisprudensi tidak hanya melengkapi hukum yang ada, tetapi juga mendorong pembentukan kaidah hukum baru. Melalui putusan-putusan progresif, yurisprudensi mampu memperkaya praktik hukum dan membantu mendorong perubahan regulasi.
Banyak konsep hukum di Indonesia yang awalnya terbentuk melalui yurisprudensi sebelum akhirnya diakomodasi dalam undang-undang.
Memberikan Kepastian dan Perlindungan Hukum
Masyarakat membutuhkan kepastian hukum agar dapat memprediksi dampak hukum dari tindakan atau keputusan yang mereka ambil.
Kehadiran yurisprudensi membantu menciptakan pola hukum yang lebih jelas sehingga masyarakat memperoleh jaminan bahwa perkara dengan kondisi serupa akan diperlakukan secara konsisten oleh peradilan.
Baca juga: Apa itu PKPU? Ini Penjelasan dan Kedudukannya dalam Hukum Indonesia
Menjadi Rujukan Akademik dan Praktisi Hukum
Kalangan akademisi, peneliti, dan praktisi hukum seperti advokat maupun jaksa sering menjadikan yurisprudensi sebagai rujukan utama dalam analisis hukum.
Yurisprudensi membantu memahami bagaimana undang-undang diterapkan dalam kasus nyata. Dengan demikian, keberadaan yurisprudensi memperkaya pengetahuan hukum dan membantu proses pendidikan hukum di Indonesia.
Contoh Penggunaan Yurisprudensi dalam Praktik Peradilan
Dalam praktik, banyak perkara yang diputus berdasarkan pertimbangan yurisprudensi. Misalnya, dalam perkara tindak pidana ringan, perkara perdata seperti wanprestasi, gugatan perbuatan melawan hukum, hingga sengketa tata usaha negara.
Hakim sering mengutip yurisprudensi untuk memperkuat argumentasi bahwa keputusan yang diambil sejalan dengan praktik hukum yang sudah mapan.
Di lingkungan Mahkamah Konstitusi, meskipun tidak menggunakan istilah yurisprudensi secara formal, putusan-putusannya juga sering dirujuk kembali dalam perkara berikutnya untuk menjaga konsistensi dasar konstitusional.
Hal ini menunjukkan bahwa konsep preseden memiliki peran signifikan dalam sistem peradilan nasional, baik di ranah peradilan umum maupun konstitusional.
Yurisprudensi dan Perkembangan Sistem Hukum Modern
Di era digital, kebutuhan terhadap penafsiran hukum semakin meningkat. Kemunculan fenomena baru seperti transaksi elektronik, perlindungan data, kecerdasan buatan, hingga ekonomi digital memunculkan persoalan hukum modern yang belum sepenuhnya diatur dalam undang-undang.
Dalam situasi seperti ini, yurisprudensi menjadi sangat penting karena mampu memberikan solusi hukum yang adaptif.
Selain itu, publik kini lebih mudah mengakses dokumen yurisprudensi melalui portal resmi Mahkamah Agung dan jaringan dokumentasi hukum nasional.
Akses informasi yang lebih terbuka ini meningkatkan transparansi sekaligus memperkuat peran yurisprudensi dalam mendukung integritas peradilan.
Bagi masyarakat dan praktisi hukum yang ingin mempelajari yurisprudensi lebih lanjut, dapat mengaksesnya melalui Portal Putusan Mahkamah Agung (putusan.mahkamahagung.go.id) dan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) milik berbagai kementerian/lembaga.
KPU sendiri, melalui JDIH KPU, juga berupaya menghimpun putusan-putusan penting yang relevan dengan hukum pemilu sebagai bagian dari komitmen transparansi dan pendidikan pemilih.