Supremasi Hukum: Menempatkan Aturan di Atas Kekuasaan
Wamena - Supremasi hukum, sebuah frasa yang sering digaungkan dalam wacana kenegaraan dan kemasyarakatan, adalah pilar utama dari setiap negara hukum yang demokratis dan beradab.
Secara sederhana, supremasi hukum merujuk pada prinsip fundamental bahwa hukum berada pada posisi tertinggi (supremasi) dan menjadi panglima atau komando dalam mengatur seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam kondisi ini, tidak ada satu pun individu, lembaga, atau pejabat negara sekalipun mereka adalah penguasa tertinggi yang kebal atau berada di atas hukum.
Baca juga: Oligarki : Pengertian, Ciri, dan Contohnya dalam Politik Modern
Mengapa Hukum Harus Menjadi Panglima?
Konsep supremasi hukum adalah antitesis dari negara kekuasaan (kekuasaan yang sewenang-wenang). Ketika kekuasaan diletakkan di atas hukum, potensi penyalahgunaan wewenang (abuse of power) akan menjadi sangat besar, yang pada gilirannya dapat mengancam hak-hak dasar warga negara dan merusak keadilan.
Oleh karena itu, supremasi hukum hadir sebagai mekanisme pengikat dan pengendali kekuasaan, memastikan bahwa setiap tindakan pemerintah dan warga negara selalu didasarkan pada kaidah hukum yang telah ditetapkan secara adil.
Tujuan utama diterapkannya supremasi hukum sangatlah vital bagi suatu negara,yaitu:
- Pertama, untuk melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang oleh pihak manapun, termasuk penyelenggara negara.
- Kedua, untuk menjamin kesamaan kedudukan setiap warga negara di hadapan hukum (equality before the law), tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, maupun politik.
- Ketiga, untuk mencegah praktik penyalahgunaan kekuasaan yang dapat merusak tatanan negara. Dan keempat, untuk menjaga stabilitas dan keamanan berbangsa dan bernegara dengan adanya kepastian hukum.
Prinsip-Prinsip Pokok Supremasi Hukum
Supremasi hukum tidak sekadar konsep normatif, melainkan harus terwujud dalam serangkaian prinsip operasional yang menjadi ciri khas sebuah negara hukum. Beberapa prinsip pokok yang harus ditegakkan untuk mewujudkan supremasi hukum meliputi:
- Kedudukan yang Sama di Hadapan Hukum (Equality Before the Law): Ini adalah jantung dari supremasi hukum, yang menegaskan bahwa semua orang, baik rakyat biasa maupun pejabat tinggi, harus tunduk pada hukum yang sama dan diperlakukan setara oleh aparat penegak hukum. Diskriminasi dalam penegakan hukum adalah musuh utama dari supremasi hukum.
- Asas Legalitas (Due Process of Law): Menjamin bahwa setiap tindakan hukum harus berdasarkan pada aturan hukum yang jelas, transparan, dan telah berlaku sebelum suatu peristiwa terjadi. Proses hukum harus berjalan adil, tidak memihak, dan proporsional.
- Pembatasan Kekuasaan: Adanya pembagian kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, yudikatif) dan mekanisme pengawasan (checks and balances) yang jelas dan konsisten untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu tangan.
- Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM): Hukum harus secara aktif mengakui dan melindungi hak-hak dasar setiap individu dari segala bentuk pelanggaran.
- Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak: Lembaga peradilan harus independen dari intervensi kekuasaan politik atau kepentingan lainnya, sehingga dapat memutuskan perkara berdasarkan fakta dan hukum secara objektif.
Baca juga: Kotak Kosong Menang di Pilkada, Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Tantangan dan Implementasi di Indonesia
Dalam konteks Indonesia yang menganut prinsip negara hukum (sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat 3 UUD NRI Tahun 1945), supremasi hukum adalah prasyarat mutlak bagi penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan tegaknya demokrasi. Namun, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan serius.
Salah satu tantangan terbesar adalah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dapat mengikis kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum dan merusak keadilan.
Korupsi menyebabkan hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah, menciptakan disparitas penegakan hukum di mana individu atau kelompok tertentu mendapatkan perlakuan istimewa.
Selain itu, intervensi politik dalam proses hukum juga kerap menjadi penghalang bagi terwujudnya peradilan yang independen dan tidak memihak.
Untuk mengatasi hal ini, supremasi hukum harus ditegakkan melalui dua aspek: ketersediaan aturan dan kemampuan menegakkan kaidah hukum.
Tidak cukup hanya memiliki undang-undang yang baik, tetapi juga harus disertai dengan komitmen kuat dari seluruh elemen bangsa—mulai dari pemerintah, lembaga penegak hukum (polisi, jaksa, hakim), hingga masyarakat—untuk menjunjung tinggi integritas dan profesionalitas.
Masyarakat juga memiliki peran penting. Meningkatkan kesadaran hukum dan berani berpartisipasi dalam pengawasan sosial terhadap kinerja aparat penegak hukum adalah kunci.
Hanya dengan menjadikan hukum sebagai satu-satunya komando tertinggi, sebuah negara dapat mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan beradab.
Supremasi hukum bukanlah utopia, melainkan sebuah ikhtiar berkelanjutan yang membutuhkan komitmen kolektif agar hukum benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mestinya.