Keterwakilan Perempuan Dalam Pilkada: Mengurai Stigma dan Mencari Solusi
Jayapura - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia mencatat sebuah perkembangan positif dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Jumlah perempuan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 102,58 juta pemilih. Data ini tidak hanya menunjukkan peningkatan partisipasi perempuan sebagai pemilih, tetapi juga menjadi sinyal untuk peningkatan calon perempuan yang duduk di kursi parlemen dan kepemimpinan eksekutif. Potensi Besar yang Masih Terkendala Kuota 30% Meski angka 102,58 juta terlihat besar, nyatanya angka keterwakilan perempuan dalam pencalonan masih jauh dari kuota afirmatif 30%. Kebijakan ini dibuat untuk memastikan kesetaraan kesempatan, namun dalam implementasinya, target ini sering kali belum tercapai. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan rumah besar untuk mendorong lebih banyak perempuan maju dalam kontestasi politik. Partai politik memegang peran kunci sebagai pintu gerbang kaderisasi kepemimpinan. Sayangnya, dalam praktiknya, partai politik sering kali dinilai belum maksimal. Kader perempuan yang potensial masih sering dihadapkan pada syarat sebagai “pelengkap administratif” semata untuk memenuhi kuota, bukan karena kapasitas dan kompetensi yang diakui. Partai politik dituntut untuk lebih proaktif dalam menjaring, melatih, dan mendukung kader perempuan yang berkualitas, bukan sekadar memenuhi persyaratan formal. Tantangan Terbesar: Stigma Gender dan Budaya Patriarki Akar permasalahan rendahnya keterwakilan perempuan tidak lepas dari tantangan struktural dan budaya yang masih kuat. - Stigma Gender yang Mengakar: Politik sering kali masih dianggap sebagai domain laki-laki. Persepsi ini berimbas pada rendahnya dukungan politik dan elektabilitas yang diterima calon perempuan. - Penilaian yang Tidak Substansif: Alih-alih dinilai dari kapasitas, kapabilitas, dan visi misi politiknya, calon perempuan sering kali dihakimi berdasarkan aspek non-substantif seperti penampilan fisik, kehidupan pribadi, atau status sosial. - Kurangnya Dukungan Pelatihan: Partai politik dinilai masih lemah dalam menyediakan pelatihan kepemimpinan dan politik yang memadai dan setara bagi kader perempuannya. Baca juga: Usai Pleno PDPB Triwulan III, KPU Papua Pegunungan Dorong Partisipasi Masyarakat Menuju Pilkada yang Inklusif dan Berkualitas Ke depan, Pilkada harus lebih dari sekadar panggung bagi perempuan yang "mau" berpolitik. Pilkada harus menjadi bukti bahwa perempuan mampu bersaing dan memimpin dengan kualitas yang tidak kalah, bahkan sering kali membawa perspektif baru yang dibutuhkan dalam pembangunan. Untuk mewujudkannya, diperlukan kolaborasi dari seluruh elemen: - KPU dan Bawaslu perlu memastikan iklim pemilu yang adil dan setara. - Partai Politik harus berkomitmen penuh pada kaderisasi yang substantif. - Media dapat berperan dengan memberitakan calon perempuan secara berimbang dan berfokus pada kapasitasnya. - Masyarakat perlu diedukasi untuk memilih berdasarkan kompetensi, bukan gender. Dengan sinergi ini, upaya mendorong kesetaraan gender dalam politik tidak hanya tentang memenuhi angka kuota, tetapi tentang membuktikan bahwa perempuan memiliki kualitas kepemimpinan yang unggul untuk memajukan daerahnya.