Berita Terkini

Musyawarah sebagai Pilar Demokrasi Sejati Indonesia

  ​Wamena - Di tengah hiruk pikuk modernisasi dan derasnya arus informasi global, satu konsep fundamental tetap mengakar kuat dan relevan dalam kehidupan sosial-politik Indonesia: musyawarah. Lebih dari sekadar diskusi atau rapat, musyawarah adalah jantung dari demokrasi Pancasila, sebuah praktik kolektif yang termaktub dalam sila keempat: "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan." Musyawarah, dengan tujuan utamanya mencapai mufakat atau kesepakatan bulat, menjadi penangkal utama terhadap polarisasi dan dominasi mayoritas, menegaskan bahwa kearifan dan kebersamaan adalah kunci dalam setiap pengambilan keputusan publik.   ​Akar Historis dan Filosofis ​Tradisi musyawarah bukanlah barang baru di Nusantara. Jauh sebelum Indonesia merdeka, praktik berkumpulnya para tetua adat untuk menyelesaikan masalah atau menentukan langkah bersama sudah menjadi warisan turun-temurun. Konsep ini tumbuh subur dalam budaya lokal, dipelihara oleh semangat kekeluargaan dan gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa. Dalam konteks kebangsaan, para pendiri negara sadar betul bahwa untuk menyatukan ribuan pulau dengan beragam suku, agama, dan budaya, dibutuhkan sebuah metode pengambilan keputusan yang mengakomodasi semua pihak tanpa ada yang merasa dikalahkan. ​Bung Hatta, salah satu Proklamator, pernah menegaskan bahwa demokrasi Indonesia haruslah "demokrasi yang berpangkal pada musyawarah, yang dijalankan dengan hikmat kebijaksanaan." Hal ini membedakan demokrasi Indonesia dari sistem demokrasi Barat yang cenderung mengedepankan voting atau suara terbanyak. Meskipun voting diizinkan sebagai jalan terakhir jika mufakat tak tercapai, prioritas utama tetaplah perundingan hingga mencapai titik temu yang diterima secara ikhlas oleh seluruh peserta. Baca juga: Keterwakilan Perempuan Dalam Pilkada: Mengurai Stigma dan Mencari Solusi ​Musyawarah di Berbagai Tingkat Kehidupan ​Penerapan musyawarah di Indonesia membentang luas, dari ruang keluarga yang paling privat hingga sidang-sidang di lembaga tertinggi negara. ​1. Musyawarah di Tingkat Desa dan Komunitas ​Musyawarah menjadi sangat hidup di tingkat desa melalui forum-forum seperti Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) atau Musyawarah Desa (Musdes). Berita-berita dari daerah sering menyoroti kegiatan ini, di mana Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), perangkat desa, dan perwakilan masyarakat (tokoh adat, tokoh agama, kelompok perempuan, pemuda) duduk bersama merumuskan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) tahunan. ​"Musdes adalah wujud nyata kedaulatan rakyat di tingkat akar rumput. Di sini, setiap warga, terlepas dari latar belakangnya, memiliki hak yang sama untuk menyuarakan usulan, mulai dari perbaikan jalan, penyediaan air bersih, hingga program kesehatan masyarakat," ujar seorang pengamat kebijakan publik. ​Dalam Musdes, daftar usulan program pembangunan dibahas, dicermati ulang, dan disepakati. Prosesnya menjamin bahwa alokasi anggaran dan kegiatan yang akan dilaksanakan benar-benar menjawab kebutuhan riil masyarakat setempat, bukan berdasarkan kepentingan segelintir elite. Berita acara hasil musyawarah menjadi dokumen legal yang mengikat dan harus dipertanggungjawabkan pelaksanaannya. ​2. Musyawarah dalam Organisasi dan Politik ​Di tingkat organisasi kemasyarakatan (Ormas) maupun partai politik, musyawarah juga menjadi instrumen utama, diwujudkan dalam bentuk Musyawarah Nasional (Munas), Musyawarah Daerah (Musda), atau Rapat Kerja Nasional (Rakernas). Keputusan penting seperti pemilihan ketua umum, penetapan garis-garis besar program kerja, hingga sikap politik dalam pemilu, semuanya diputuskan melalui forum musyawarah. ​Misalnya, dalam pemberitaan Munas partai besar, sorotan utama selalu tertuju pada dinamika perdebatan dan upaya para peserta untuk mencapai mufakat dalam memilih pemimpin atau merumuskan strategi. Meskipun tensi politik seringkali tinggi, prinsip kekeluargaan diupayakan untuk mencegah perpecahan. Para tokoh politik kerap kali menyerukan agar keputusan Musyawarah harus diterima dengan "itikad baik dan rasa tanggung jawab", sesuai dengan amanat Pancasila. ​3. Musyawarah di Lembaga Negara ​Di panggung kenegaraan, musyawarah terimplementasi dalam mekanisme kerja lembaga-lembaga perwakilan rakyat seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU), penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hingga pemilihan pejabat publik, diawali dengan rapat-rapat komisi dan sidang paripurna yang mengedepankan perdebatan konstruktif dan upaya pencapaian mufakat. ​Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), misalnya, yang seringkali memengaruhi nasib bangsa, juga melalui proses musyawarah hakim. Hasilnya, berupa putusan yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum, adalah cerminan dari hikmat kebijaksanaan yang dicari dalam permusyawaratan.   ​Nilai dan Prinsip Utama Musyawarah ​Agar musyawarah tidak sekadar menjadi formalitas, sejumlah prinsip harus dipatuhi. Prinsip-prinsip ini juga yang sering menjadi topik bahasan dalam berita dan opini ketika suatu musyawarah dinilai gagal atau sukses: ​Keterbukaan: Setiap peserta harus bebas menyampaikan pendapat tanpa rasa takut atau tekanan. ​Keadilan dan Kesetaraan: Semua suara, terlepas dari jabatan atau status sosial, memiliki nilai yang sama. ​Mengutamakan Kepentingan Bersama: Musyawarah harus menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan. ​Hikmat Kebijaksanaan: Pembahasan dilakukan dengan akal sehat, hati nurani yang luhur, dan pertimbangan yang matang. ​Tanggung Jawab: Keputusan akhir harus dilaksanakan bersama dengan penuh tanggung jawab. Baca juga: Tujuan Kampanye Dalam Konteks Demokrasi ​Tantangan dan Masa Depan Musyawarah ​Meskipun musyawarah adalah pilar kebangsaan, pelaksanaannya tidak luput dari tantangan. Kritik sering muncul ketika proses musyawarah hanya dijadikan 'cap' atau legitimasi atas keputusan yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh elite. Kecenderungan dominasi mayoritas atau kelompok kuat, serta minimnya partisipasi aktif dari perwakilan kelompok minoritas, masih menjadi pekerjaan rumah demokrasi. ​Di era digital, muncul pula konsep musyawarah daring yang memanfaatkan teknologi untuk melibatkan partisipasi publik yang lebih luas. Namun, tantangan infrastruktur dan literasi digital di daerah terpencil masih menjadi hambatan.​Masa depan musyawarah di Indonesia akan sangat bergantung pada komitmen setiap elemen bangsa untuk kembali menjiwai nilai-nilai Pancasila. Menghidupkan kembali tradisi saling mendengarkan, menghormati perbedaan, dan mencari solusi yang adil bagi semua adalah esensi yang harus terus dipupuk. ​Musyawarah bukanlah tentang menang atau kalah, melainkan tentang menemukan kebenaran terbaik yang dapat diterima dan dilaksanakan bersama demi kemajuan bangsa. Selama semangat gotong royong dan mufakat tetap menjadi kompas, Indonesia akan terus bergerak maju sebagai bangsa yang beradab dan demokratis sejati

Lembah Baliem: Jantung Budaya Papua yang Tak Lekang Dimakan Waktu

Wamena - Di tengah hiruk pikuk modernisasi yang merambah hampir setiap sudut nusantara, terdapat sebuah lembah di jantung Pulau Papua yang teguh mempertahankan keasliannya.  Lembah Baliem, yang berpusat di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, bukan sekadar destinasi wisata biasa. kapsul waktu yang menyimpan kekayaan alam dan warisan budaya Suku Dani, Lani, dan Yali, menawarkan pengalaman petualangan yang otentik dan mendalam bagi setiap pelancong yang berani menembus batas. ​Dikelilingi oleh kemegahan Pegunungan Jayawijaya, termasuk puncak-puncak ikonik seperti Puncak Trikora, Lembah Baliem terhampar pada ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut.  Kondisi geografis ini menciptakan panorama yang menakjubkan: hamparan rumput hijau yang luas, udara yang sejuk cenderung dingin (sering mencapai 10-15 derajat Celcius di malam hari), dan sungai-sungai jernih yang membelah lembah. Tak heran, lembah ini sering dijuluki sebagai "Shangri-La" versi Papua, sebuah surga terpencil yang memesona. Baca juga: Nawi Arigi: Semangat Hidup Masyarakat Tolikara Warisan Budaya yang Terjaga: Mumi dan Honai Daya tarik utama Wamena terletak pada kekayaan budayanya yang hidup. Kunjungan ke Lembah Baliem tidak akan lengkap tanpa menelusuri kampung-kampung adat yang masih dihuni oleh Suku Dani. Di sana, para wisatawan akan disambut dengan pemandangan rumah-rumah tradisional berbentuk jamur yang disebut Honai (untuk laki-laki) dan Ebeai (untuk perempuan). Rumah-rumah ini, dibangun dari kayu dengan atap jerami, adalah representasi arsitektur tradisional yang telah bertahan dari generasi ke generasi, mencerminkan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam dan beradaptasi dengan iklim dingin dataran tinggi. ​Salah satu warisan budaya yang paling memukau dan terkadang memicu rasa penasaran global adalah tradisi mumifikasi. Di beberapa distrik seperti Kerulu dan Desa Jiwika (atau Aikima), pengunjung dapat menyaksikan mumi yang telah diawetkan secara tradisional. Mumi-mumi ini bukanlah objek mistis, melainkan penghormatan tertinggi kepada pemimpin suku atau panglima perang legendaris. ​Contohnya, Mumi Wim Motok Mabel di Distrik Kerulu atau Mumi Agatmamente Mabel di Desa Aikima, yang diperkirakan berusia ratusan tahun. Proses pengawetan dilakukan melalui pengasapan dan ritual adat, mencerminkan kepercayaan dan sistem nilai yang mendalam dalam masyarakat Dani. Mumi ini biasanya disimpan di dalam Honai khusus dan hanya akan dikeluarkan pada saat-saat tertentu atau ketika ada kunjungan wisatawan yang ingin melihat serta memahami tradisi luhur ini. ​Interaksi dengan masyarakat lokal juga menjadi inti pengalaman wisata di Wamena. Dengan didampingi pemandu lokal, wisatawan dapat menyaksikan secara langsung upacara adat, proses memasak tradisional yang dikenal sebagai Bakar Batu (cara memasak menggunakan batu yang dibakar hingga panas), hingga menyaksikan simulasi perang suku yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Lembah Baliem. ​ Festival Lembah Baliem Puncak perayaan budaya di Wamena adalah Festival Lembah Baliem yang diadakan setiap tahun, biasanya pada bulan Agustus. Festival ini adalah panggung kolosal yang menampilkan kebesaran budaya Suku Dani, Lani, dan Yali. Selama berhari-hari, lembah berubah menjadi arena pertunjukan yang spektakuler. ​Festival ini awalnya merupakan ajang musyawarah dan perdamaian antar suku yang diwujudkan melalui simulasi perang. Kini, ia menjadi atraksi wisata kelas dunia yang menarik ribuan pengunjung internasional dan domestik. Ribuan pria suku tampil dengan pakaian adat lengkap, termasuk hiasan kepala dari bulu Cendrawasih, koteka, dan perhiasan tradisional lainnya, sambil memainkan alat musik tradisional dan menari. Suara teriakan perang, dentuman alat musik, dan gerakan tarian yang energik menciptakan suasana yang meresap ke dalam jiwa. Festival ini adalah jendela langsung untuk melihat bagaimana tradisi, mitos, dan sejarah lisan suku-suku dataran tinggi Papua dihidupkan kembali. Baca juga: Kubu Belela: Pesona Dingin di Jantung Pegunungan Papua ​Eksotisme Alam yang Tersembunyi Selain budaya, Wamena juga menawarkan serangkaian destinasi alam yang memukau. ​1. Danau Habema ​Terletak di kaki Gunung Trikora, Danau Habema adalah salah satu danau tertinggi di Indonesia, berada pada ketinggian sekitar 3.225 meter di atas permukaan laut. Perjalanan menuju Danau Habema memang menantang, melewati jalanan pegunungan yang ekstrem, namun pemandangan yang menanti di sana tak tertandingi. Danau ini dikelilingi oleh padang rumput yang indah, vegetasi khas dataran tinggi, dan pada waktu tertentu, bunga Edelweis Papua. Udara yang sangat sejuk dan pemandangan Puncak Trikora di kejauhan menjadikannya lokasi ideal untuk fotografi alam dan trekking. ​2. Telaga Biru ​Sebuah permata tersembunyi, Telaga Biru di Distrik Maima menawarkan pemandangan danau kecil dengan air berwarna hijau toska yang mencolok. Lokasinya yang terpencil dan disakralkan oleh penduduk setempat menambah aura mistis pada danau ini. Untuk mencapainya, wisatawan harus menempuh perjalanan darat dilanjutkan dengan trekking selama kurang lebih satu jam.

Memahami Koalisi dan Oposisi di Perpolitikan Indonesia

Wamena – Halo sobat pemilih, pada artikel kali ini saya akan membahas koalisi dan oposisi di perpolitikan Indonesia. Tapi sebelum itu, kita harus memahami dulu arti dari koalisi dan oposisi. Koalisi adalah kerja sama antar dua atau lebih pihak, baik partai politik, kelompok atau negara, untuk mencapai tujuan Bersama. Di dalam dunia politik koalisi bisa diartikan sebagai kumpulan sejumlah partai yang bekerja sama yang memposisikan dirinya sebagai pendukung pemerintah.   Sementara oposisi adalah pihak yang menentang atau mengkritik kebijakan pemerintah yang berkuasa dalam sistem politik demokrasi. Dalam hal ini oposisi mengawasi jalannya pemerintahan agar tetap on the track. Sebagai gambaran, partai yang mendukung pemerintah biasanya menduduki jajaran kabinet di pemerintahan sedangkan untuk oposisi karena berada di luar pemerintahan tidak mendapatkan kursi di kabinet.   Penentuan Koalisi dan Oposisi Penentuan koalisi dan oposisi di pemerintahan ini berdasarkan pada menang atau tidaknya calon yang mereka dukung. Partai-partai yang berkoalisi akan mendapatkan keuntungan ketika calon yang mereka dukung menang. Sementara partai yang calonnya kalah akan menjadi oposisi di pemerintahan. Hal ini lumrah terjadi di negara demokrasi. Meski demikian, pihak yang kalah tidak selalu menjadi oposisi. Contoh paling nyata yang bisa kita lihat ketika partai Gerinda yang dipimpin Prabowo Subianto bergabung dengan pemerintahan Jokowi yang menang pada Pilpres 2019 lalu.   Baca juga: Memahami Buzzer dalam Dunia Politik   Ketimpangan oposisi di Indonesia Pada Pilpres 2019 lalu mayoritas partai yang ada mendukung pasangan Jokowi-Maruf Amin. Sedangkan partai yang mendukung pasangan Prabowo – Sandiaga hanya 5 partai yaitu Gerindra, PKS, PAN, partai Demokrat dan partai Berkarya. Setelah pasangan Jokowi-Maruf dinyatakan menang oleh KPU, sejumlah partai bergabung dengan pemerintahan jokowi. 31 Agustus 2021 PAN mengumumkan bergabung dengan pemerintahan Jokowi. 8 bulan menjelang masa jabatan Jokowi berakhir, partai Demokrat bergabung ke Koalisi Indonesia Maju. Sebelumnya Gerindra telah terlebih dahulu bergabung dengan pemerintahan Jokowi pada 21 Oktober 2019. Praktis oposisi menyisakan PKS seorang yang mempunyai kursi di parlemen. Sedangkan di 2024 lalu, setelah Prabowo -  Gibran dinyatakan menang oleh KPU, hanya PKS dan PDI Perjuangan yang memilih jalan menjadi oposisi pemerintahan Prabowo. Sementara partai Nasdem meskipun berada diluar pemerintahan, mereka menyatakan tetap mendukung pemerintah. Jika melihat peta politik terutama semenjak 2019, jumlah koalisi dan oposisi sangat timpang. Ini membuat suara – suara kritikan dari politisi terhadap pemerintah jarang terdengar.   Koalisi dan Oposisi dalam Sistem Presidential Sistem presidential murni sebenarnya tidak mengenal istilah koalisi dan oposisi karena sistem ini memisahkan kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sederhananya, eksekutif dalam hal ini presiden dipilih oleh rakyat untuk menjalankan pemerintahan. Sedangkan legislatif dalam hal ini DPR berfungsi mengawasi eksekutif. Namun sistem presidensialisme multipartai di Indonesia menuntut keberadaan partai koalisi dan partai oposisi untuk menjaga stabilitas demokrasi. Koalisi dibutuhkan untuk mempermulus kebijakan pemerintah, sementara oposisi diperlukan agar negara tidak terjebak dalam pusaran kartel politik. Demikian pembahasan saya tentang koalisi dan oposisi di Indonesia. Semoga kedepannya koalisi dan oposisi di Indonesia bisa lebih berimbang ya agar iklim demokrasi tetap terjaga. Terimaksih.

Cara Mengecek dan Keluar dari Keanggotaan Partai Politik

Wamena - Keanggotaan partai politik merupakan salah satu bentuk partisipasi warga negara dalam kehidupan demokrasi. Namun, tidak jarang ditemukan kasus seseorang terdaftar sebagai anggota partai politik tanpa pernah merasa mendaftar. Ada juga warga yang memang ingin mengundurkan diri dari partai politik karena alasan pribadi atau pekerjaan. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui cara mengecek dan keluar dari keanggotaan partai politik secara resmi.   Cara Cek Terdaftar sebagai Anggota Partai Politik Untuk mengecek apakah seseorang terdaftar sebagai anggota partai politik, masyarakat dapat melakukannya secara mandiri melalui Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU). Caranya sangat mudah:  1. Buka situs resmi infopemilu.kpu.go.id,  2. kemudian memilih menu “Partai Politik”  3. Mengklik fitur “Cek Anggota Partai Politik”.  4. Setelah itu, masukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sesuai dengan yang tertera pada KTP.  Dalam hitungan detik, sistem akan menampilkan hasil apakah NIK tersebut tercatat sebagai anggota partai politik tertentu atau tidak. Baca juga: Ingin Menjadi Anggota KPU? Cek Persyaratannya   Cara Permohonan Penghapusan Data  Apabila hasil pencarian menunjukkan bahwa seseorang terdaftar sebagai anggota partai politik padahal tidak pernah bergabung, maka ia berhak mengajukan keberatan atau permohonan penghapusan data. Langkah yang dapat dilakukan adalah membuat surat pernyataan pengunduran diri atau penolakan keanggotaan, yang kemudian diserahkan kepada pengurus partai politik setempat.  Surat tersebut harus ditandatangani di atas materai, disertai permintaan agar partai segera memperbarui data keanggotaan di SIPOL KPU. Setelah surat diterima, pengurus partai berkewajiban memproses permohonan penghapusan keanggotaan tersebut. Apabila partai tidak menindaklanjuti, masyarakat dapat melapor ke KPU kabupaten atau kota setempat dengan membawa bukti surat pengunduran diri atau keberatan. KPU kemudian akan melakukan verifikasi dan membantu memastikan agar data keanggotaan dalam sistem SIPOL benar-benar diperbarui. Proses pemutakhiran data keanggotaan partai politik diatur berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu, serta Keputusan KPU Nomor 658 Tahun 2024 yang menjadi pedoman teknis pemutakhiran data partai politik secara berkala. Pembaruan data ini dilakukan setiap enam bulan sekali, yakni pada semester I (Januari–Juni) dan semester II (Juli–Desember). Mengecek keanggotaan partai politik menjadi hal yang penting dilakukan, terutama bagi masyarakat yang berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI/Polri, calon kepala desa, atau penyelenggara pemilu, karena mereka tidak diperbolehkan menjadi anggota partai politik. Melalui layanan daring SIPOL KPU, masyarakat kini dapat dengan mudah memastikan status keanggotaannya agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

Elektabilitas: Cermin Dukungan Publik dalam Dunia Politik

Wamena - Dalam dunia politik, istilah elektabilitas menjadi salah satu kata yang paling sering terdengar, terutama menjelang pemilu. Namun, tidak semua masyarakat memahami secara utuh apa sebenarnya makna elektabilitas, bagaimana fungsinya, serta manfaatnya bagi dinamika politik di Indonesia.   Pengertian Elektabilitas Secara sederhana Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan seseorang atau partai politik dalam suatu kontestasi politik, seperti pemilihan presiden, kepala daerah, hingga anggota legislatif. Istilah ini berasal dari kata electability dalam bahasa Inggris, yang berarti “kemampuan untuk dipilih”. Elektabilitas biasanya diukur melalui survei opini publik yang dilakukan oleh lembaga survei independen. Survei ini menanyakan kepada responden tentang calon atau partai mana yang akan mereka pilih jika pemilihan dilakukan saat itu juga. Hasil survei kemudian menjadi gambaran seberapa besar peluang seorang kandidat atau partai untuk memenangkan kontestasi. Dikutip dari halaman Antaranews.com, Dr. Rudi Hartono,seorang ahli survey mengatakan elektabilitas merupakan indikator yang cukup penting dalam peta kekuatan politik nasional. “Elektabilitas bukan sekadar angka, tetapi cerminan dari kepercayaan publik terhadap figur atau partai politik tertentu. Ia menunjukkan seberapa besar dukungan aktual dan potensi kemenangan dalam pemilu.   Baca juga: Apa itu Populisme dan Apa Dampaknya Untuk Sebuah Negara ?   Fungsi Elektabilitas dalam Politik Elektabilitas memiliki sejumlah fungsi strategis, terutama bagi para aktor politik dan lembaga yang terlibat dalam proses demokrasi. Pertama, sebagai alat ukur popularitas dan dukungan publik. Melalui survei elektabilitas, partai atau kandidat dapat mengetahui sejauh mana masyarakat mengenal dan mendukung mereka. Informasi ini sangat penting untuk menyusun strategi komunikasi politik yang lebih efektif. Kedua, sebagai panduan dalam menentukan arah koalisi atau strategi kampanye. Partai politik sering menggunakan data elektabilitas untuk menilai potensi calon yang akan diusung. Calon dengan elektabilitas tinggi cenderung lebih mudah mendapatkan dukungan dari partai atau kelompok politik lainnya karena dianggap memiliki peluang besar untuk menang. Ketiga, sebagai bahan evaluasi internal. Elektabilitas juga berfungsi untuk menilai keberhasilan program kampanye yang sudah dijalankan. Jika elektabilitas cenderung menurun, tim kampanye dapat segera melakukan evaluasi terhadap pesan, gaya komunikasi, maupun isu yang diangkat. “Elektabilitas ibarat termometer politik. Ia menunjukkan suhu dukungan publik terhadap kandidat. Naik-turunnya elektabilitas bisa menjadi peringatan bagi politisi untuk memperbaiki strategi atau citra diri,” kata analis politik LIPI, Siti Rahmawati.   Baca juga: Perbedaan Bupati dan Wali kota: Wilayah, Fungsi, dan Tugasnya   Manfaat Elektabilitas bagi Masyarakat dan Demokrasi Selain penting bagi partai dan kandidat, elektabilitas juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan kehidupan demokrasi. Pertama, meningkatkan transparansi politik. Publik bisa mengetahui siapa saja tokoh atau partai yang saat ini mendapatkan dukungan besar. Hal ini membantu pemilih untuk melihat dinamika politik secara lebih objektif dan rasional. Kedua, mendorong persaingan yang sehat. Dengan adanya data elektabilitas, para kandidat berlomba-lomba meningkatkan citra, kinerja, dan kedekatan dengan masyarakat. Kompetisi ini pada akhirnya dapat menghasilkan pemimpin yang lebih responsif terhadap kebutuhan rakyat. Ketiga, memperkuat partisipasi publik. Survei elektabilitas sering kali memicu diskusi di ruang publik, baik di media massa maupun media sosial. Masyarakat menjadi lebih sadar akan pentingnya memilih pemimpin yang berkualitas dan sesuai dengan aspirasi mereka. Namun demikian, para ahli juga mengingatkan agar hasil survei elektabilitas tidak dijadikan satu-satunya patokan. “Survei hanyalah potret sesaat. Elektabilitas bisa berubah dengan cepat, tergantung isu, kinerja, dan persepsi publik,” tegas Dr. Rudi Hartono. Elektabilitas kini menjadi bagian penting dalam proses politik modern. Ia tidak hanya mencerminkan dukungan publik, tetapi juga menjadi alat evaluasi, strategi, dan komunikasi politik yang efektif. Meski demikian, masyarakat tetap perlu bersikap kritis terhadap angka-angka survei. Elektabilitas yang tinggi belum tentu mencerminkan integritas dan kapasitas seorang calon. Oleh karena itu, pemilih diharapkan tetap menilai calon pemimpin secara menyeluruh — tidak hanya dari popularitas, tetapi juga dari rekam jejak dan komitmen terhadap kepentingan rakyat. Sumber : https://www.antaranews.com/berita/3851484/survei-y-publica-elektabilitas-gerindra-alami-naik-signifikan-di-2023

Kedaulatan Rakyat: Pengertian, Prinsip dan Penerapannya di Indonesia

Wamena - Kedaulatan rakyat merupakan suatu hal mendasar bagi negara demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, yang mana rakyat memiliki hak untuk menentukan arah kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Dan Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut teori ini, dimana roda pemerintahan yang dijalanakan mengarah kepada kepentingan rakyat Indonesia. Teori kedaulatan rakyat merupakan jaminan bahwa kebijakan pemerintahan yang dijalankan harus bersumber dari rakyat, oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat itu sendiri.   Pengertian Kedaulatan Rakyat Menurut Para Ahli dan UUD 1945 Teori kedaulatan rakyat muncul akibat reaksi terhadap kekuasaan monarki absolut di eropa pada kisaran abad ke-16 hingga ke-18. Dimana raja berperan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan mutlak. Kekuasaan mutlak itu menyebabkan penderitaan serta penindasan terhadap rakyat dikarenakan kebijakan yang dikeluarkan tidak berpihak kepada rakyat. Berikut adalah tokoh dan pemikir tentang teori kedaulatan rakyat: Jean-Jacques Rousseau (1712–1778) mengatakan dalam teorinya bahwa kekuasaan sejatinya berasal dari kehendak umum dan menegaskan bahwa pemerintah hanyalah pelaksana dari kehendak rakyat. Dan rakyat berhak mengganti pemerintahan yang ada jika tidak lagi mewakili kepentingan rayakt itu sendiri. John Locke (1632–1704) berpendapat bahwa manusia memiliki hak-hak alamiah (hak hidup, kebebasan, dan hak milik) yang tidak boleh diambil oleh siapa pun. Pemerintah hanya dibentuk berdasarkan persetujuan rakyat untuk melindungi hak-hak tersebut. Bila pemerintah melanggar kesepakatan ini, rakyat memiliki hak untuk memberontak dan menggantinya. Gagasan ini sangat berpengaruh dalam lahirnya demokrasi modern dan revolusi di Amerika serta Prancis. Montesquieu (1689-1755) mengemukakan konsep Trias Politica (pemisahan kekuasaan) untuk mencegah tirani serta menjamin kedaulatan rakyat. Dia membagi kekuasaan menjadi tiga bagian yaitu kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang), kekuasaan legislatif (pembuat undang-undang) dan kekuasaan yudikatif (pengawas pelaksanaan undang-undang). UUD 1945 juga menganut teori kedaulatan rakyat yang tercantum dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 “ kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang -undang dasar”. Kedaulatan berada di tangan rakyat menegaskan bahwa rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Kekuasaan negara yang sah berasal dari kehendak dan persetujuan rakyat. Dan pemerintah memiliki legitimasi karena dipilih dan dipercaya oleh rayat. Dilaksanakan menurut undang-undang dasar menyatakan bahwa kedaulatan rakyat itu sendiri dijalankan melalui lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 seperti Presiden, MPR, DPR dan MA. Dan harus tunduk pada hukum dan konstitusi sesuai dengan isi dari pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Baca juga: Apa Itu Republik? Pengertian, Ciri-ciri dan Contoh Negaranya Prinsip-Prinsip Dasar Kedaulatan Rakyat dalam Negara Demokrasi Prinsip kedaulatan rakyat dalam konteks demokrasi meliputi empat hal, yakni: Kebebasan menjelaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk berpendapat dan bertindak sesuai dengan kehendaknya sendiri selama tidak merugikan kebebasan dan hak orang lain. Kebebasan memberikan jalan bagi masyarakat untuk mengkritik pemerintah dan berpartisipasi dalam proses jalanya politik tanpa takut dengan intimidasi. Kesetaraan menyatakan bahwa setiap individu memiliki nilai yang sama di mata hukum dan pemerintah. Tidak ada diskriminasi ras, suku, agama, gender, dll. Kesetaraan menjamin bahwa setiap suara memiliki bobot yang sama dalam pengambilan keputusan. Suara Mayoritas prinsip suara mayoritas menjelaskan bahwa keputusan yang diambil berdasarkan preferensi mayoritas. Surara mayoritas mencerminkan keinginan dari masyarakat secara umum. Pertanggungjawaban merupakan prinsip dalam mewujudkan kedaulatan rakyat. Pemerintah dan lembaga-lembaganya harus memberikan pertanggunjawaban mereka kepada rakyat. Hal ini merupakan kontrol untuk memastikan tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan yang diberi oleh rakyat. Prinsip-prinsip ini bekerjasama untuk mewujudkan pemerintahan yang sah dan berorientrasi pada kepentingan rakyat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.   Penerapan Kedaulatan Rakyat di Indonesia Penerapan kedaulatan rakyat di Indonesia mengacu pada konsep trias politika yang mana diatur dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2 dan sila ke-4 pancasila yang berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Berdasarkan dasar hukum diatas dapat dilihat bahwa penerapan teori kedaulatan rakyat di Indonesia diwujudkan dengan adanya pembagian kekuasaan yakni kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif yang memiliki peran masing-masing.   Contoh Pelaksanaan Kedaulatan Rakyat dalam Kehidupan Bernegara Beberapa contoh penerapan kedaulatan rakyat antara lain: Pemilihan Umum - Contoh umum dalam penerapan kedaulatan rakyat adalah pelaksanaan pemilu, dimana rakyat memilih wakilnya secara langsung untuk perwakilan di lembaga eksekutif dan legislatif. Keterbukaan Informasi Publik – Keterbukaan informasi publik membuat masyarakat dapat mengakses terkait hal kebijakan negara dan alokasi keuangan negara. UU Desa – Adanya undang-undang desa membuat masyarakat dapat mengelola keuangan desa yang akan memberikan dampak positif di masyarakat desa itu sendiri. Demonstrasi – Aksi demonstrasi merupakan suatu penerapan kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat menuntut hak-hak yang belum dipenuhi oleh pemerintah.   Peran Pemilu dalam Menegakkan Kedaulatan Rakyat Pelaksanaan pemilu merupakan contoh yang riil dalam penerapan kedaulatan rakyat. Dimana masyarakat berpartisipasi secara langsung dalam memilih pemimpin atau wakil yang mereka akini dapat memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka kedepannya. Pemilu dilaksanakan secara demokratis dimana masyarakat yang memenuhi syarat dapat meilih secara langsung, terbuka, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dan setiap suara yang diberikan memiliki nilai yang sama dimata hukum sehingga masyarakat memiliki tanggung jawab untuk menentukan arah politik serta pembangunan negara kedepan. Dan KPU sebagai penyelenggara pemilu memiliki tanggung jawab untuk menjaga kepercayaan masyarakat dalam jalannya proses demokrasi di Indonesia.   Baca juga: Apa Itu Vote by Proxy? Simak Pengertian dan Cara Kerjanya   Tantangan dan Upaya Memperkuat Kedaulatan Rakyat di Indonesia Sistem demokrasi yang telah berjalan kerap menemui tantangan tersendiri seperti politik identitas, politik uang, masih rendahnya partisipasi politik di masyarakat, serta hadirnya intervensi dari negara asing. Hambatan-hambatan ini kerap menodai kedaulatan rakyat di Indonesia yang menyebabkan benturan-benturan ditengah masyarakat. Dan untuk mengatasi hal-hal semacam itu maka beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagai barikut: Pendidikan Karakter - Melakukan pendidikan karakter terhadap generasi muda demi menekankan nilai-nilai Pancasila dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penegakan Hukum yang Adil - Penegakan hukum yang adil dan jujur dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan memberikan rasa aman dalam mengemukakan pendapat dimuka umum. Peran Media Massa - Media massa haruslah menyajikan informasi-informasi yang dapat dipertanggungjawabkan demi persatuan dan kesatuan ditengah masyarakat. Media massa harus menjadi media yang edukatif khususnya bagi generasi muda. Pemerintahan yang Bersih – Pemerintahan yang jujur dan bersih akan berorientasi terhadap segala kepentingan rakyat, yang akan mengarah kepada kesejahteraan dan pembangunan yang merata. Kedaulatan rakyat dapat berjalan seutuhnya apabila semua elemen atau insan memiliki komitmen yang sama terhadap ideologi Pancasila dan UUD 1945. Hal ini akan menghadang segala gangguan yang mencoba mempengaruhi atau mengganggu kedamain dan ketertiban yang ada di Indoneisa karena rasa persatuan dan kesatuan yang sudah mengalir didalam jiwa masyarakat itu sendiri.